Memasuki bulan Desember seperti ini serasa hari lebih pendek karena pukul 17 sudah gelap gulita. Termometer hari ini menunjukkan suhu 2 Celcius di luar rumah. Mendekati wilayah kota sudah terlihat antrian panjang menuju tempat parkir.
Salah satu kota Universitas di negara bagian Baden-Wrttemberg yang mungil ini memang selalu terlihat ramai lalu lalang kendaraan bermotor dan orang yang berjalan kaki atau naik sepeda.
Berada di kota Tübingen ini terasa sekali masyarakatnya yang beragam, kita akan sering mendengar orang berbicara dengan berbagai bahasa. Mahasiswa dari Indonesia yang kuliah di sini menurut kabarnya juga cukup banyak.
Diterpa angin yang lumayan dingin menusuk tulang, kami berjalan beberapa ratus meter menuju alun-alun kota, tempat diselenggarakannya ChocolArt, Festival Coklat Internasional dan tahun ini adalah yang ke 14 kalinya.
Sengaja kami datang siang hari, dari pengalaman beberapa tahun terakhir pengunjung semakin ramai di malam hari mengunjungi festival yang berlangsung selama 6 hari ini.
Bagi pencinta coklat pasti akan senang berada di sini, mampir ke berbagai lapak di sekitar kota tua yang dipenuhi bangunan lama dengan model bangunan Fachwerkhaus.
Temperatur yang rendah memang yang paling pas untuk acara ini. Coklat yang dipamerkan tentu tak akan meleleh karena kepanasan. Minuman coklat panas juga bisa menjadi pilihan lain untuk menghangatkan badan.
Menurut sejarahnya Kakao berasal dari Amerika Tengah (negara Meksiko, Guatemala dan Honduras yang sekarang ini). Di sana hidup suku Maya dan Aztec yang sudah mengenal Kakao sejak abad ke 4. Mereka membuat minuman yang hanya bisa dikonsumsi oleh bangsawan. Minuman dari bubuk kakao dibumbui cabai, vanili dan madu, mereka menyebutnya "Xocolatl".
Ada lebih 100 produsen coklat dari Eropa, Amerika Selatan dan Utara dan Afrika yang hadir mengisi festival coklat ini. Mungkin suatu hari produsen dari Indonesia akan mengisi salah satu lapak di festival ini.