Lihat ke Halaman Asli

Hennie Engglina

TERVERIFIKASI

Pelajar Hidup

Dari Cebong ke Mak-mak

Diperbarui: 29 Januari 2019   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Siapa pencipta istilah "Cebong" dan "Mak-mak" itu?  "Kreatif" sekali. Cebong itu adalah hewan;binatang, tapi disebutkan untuk manusia. Manusia disebut binatang.

Sekarang muncul lagi "kreativitas" yang baru: "Mak-mak". Kata KBBI Daring 'mak' itu artinya sebutan kepada orang perempuan yang patut disebut ibu atau dianggap sepadan dengan ibu.

Kemarin Penulis bertanya ke mak-mak tetangga, apa pernah mengisi angket yang kemudian disebut-sebut ZH "Titipan Mak-mak". Kata mereka, tidak ada. Malah balik bertanya ke Penulis, "Titipan apa?".

Lalu, mak-mak yang dimaksud SU dan ZH itu, mak-mak yang mana? Kalau itu mak-mak kelompok, maka jangan diseret ke dalam pidato kenegaraan dalam forum kenegaraan. Karena forum negara adalah forum negara, bukan forum kelompok. 

Coba kalau ditukar. Jokowi jadi ZH saat itu. Yakin, habis Beliau dikritik. Namun, karena sahabat yang melakukan itu, maka itu tidak masalah.

Sama dengan memecat pegawai via Whatsapp, dibela "zaman now". Bayangkan, oleh perbuatan satu orang, bisa terjadi hal yang sama bagi banyak karyawan di negara ini, dipecat begitu saja dengan cara itu. Cara yang tidak prosedural dibenarkan tanpa pikir imbasnya bagi karwayan-karyawan kecil di negara ini.

Sudah separah inikah? Tidak salah catatan Penulis tentang Dunia Politik dalam Senandika 3-8 bahwa politik = cermin. Yang kiri itu kanan. Yang kanan itu kiri. Yang benar itu salah. Yang salah itu benar.

Mbok ya, kalau salah, salah. Kalau benar, benar. Siapa pun itu. Mau Jokowi, mau siapa pun. Jangan yang salah jadi benar, yang benar jadi salah. Sampai ke akar rumput membela pandangan yang sama, bahwa itu benar. Efeknya tidak sederhana. 

Rakyat Indonesia tiap hari disuguhkan pernyataan-pernyataan yang mengajari anak bangsa ini untuk lebih memandang hal yang negatif semata-mata dari pada yang positif. Nyaris langka pengakuan dan pujian.

Maka, sampai bumi berakhir, tidak ada pemimpin bangsa dan negara ini akan benar-benar merasa dihargai. Sebab para pengincar kursi kekuasaan dan lawan-lawan politik, entah sadar atau tidak atau mungkin tidak peduli, terus mengajari anak bangsa untuk tidak melihat apa yang sudah dikerjakan, apa yang sudah diberikan bagi bangsa dan negara ini, melainkan hanya melihat keburukan dan kekurangan semata-mata.

Akhirnya lihat, hal gempa yang harusnya menjadi keprihatinan mendalam kita semua malah jadi sindiran. Padahal hal yang sama bisa terjadi sekejap di tempat dimana engkau menyindir. Musibah bisa terjadi pada diri dan hidupmu juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline