Lihat ke Halaman Asli

Thomas HenkB

Insan Sumber Daya Air. Any question about water resource?

Potensi Pengembangan Energi Terbarukan: PLTS Terapung

Diperbarui: 2 Februari 2024   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Thomas Henk B.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau Photovoltaic Power Station merupakan pembangkit listrik yang menggunakan sinar atau cahaya matahari sebagai sumber energi. Proses konversi sinar matahari menjadi energi listrik ini menggunakan alat utama yang dikenal dengan nama solar cell atau photovoltaic (PV) cell. Selain menggunakan sinar matahari, PV cell ada pula yang dapat mengkonversi sinar buatan menjadi tenaga listrik.

Meskipun produksi listrik dari solar cell tentunya akan berdampak lebih baik bagi lingkungan daripada membakar energi fosil, beberapa dampak terkait produksi solar panel menunjukkan terjadinya polusi kimia bagi lingkungan, serta besarnya energi dan buangan gas rumah kaca dari proses produksinya, sebagaimana diutarakan Dustin Mulvaney dalam artikel "Solar Energy Isn't Always As Green As You Think". Mulai dari proses ekstraksi bahan utama pembuat solar cell di pertambangan yang meningkatkan resiko bagi pekerja tambang terkena penyakit paru, kemudian proses peleburan silikon yang menghasilkan bahan sampingan beracun serta penggunaan bahan kimia dalam proses produksi yang dapat mencemari tanah dan udara dan berbahaya bagi ternak maupun manusia.

Image by prostooleh on Freepik 

Kemudian, seperti yang disampaikan Atalay Atasu, Serasu Duran, dan Luk N. Van Wassenhove dalam artikel "The Dark Side of Solar Power", bahwa penggantian solar panel ternyata lebih cepat daripada perkiraan semula akibat efisiensi dari kemajuan teknologi. Hal ini menyebabkan bertumuknya limbah solar panel yang sudah tidak digunakan lagi, dimana solar panel yang sudah tidak digunakan lagi ini sangat sulit untuk terurai, serta memerlukan biaya tinggi untuk mendaur-ulangnya. Untuk itulah, dalam pengembangan instalasi solar panel, khususnya dalam skala besar seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung, perlu dipikirkan juga perihal apa yang harus dilakukan setelah habis masa pakai instalasi tersebut, berapa biaya yang akan diperlukan setelah masa pakai selesai baik untuk pembongkaran instalasi maupun biaya penggantian atau biaya daur ulangnya.

Sinar matahari, dalam Undang-Undang nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, merupakan salah satu Sumber Energi Terbarukan (bukan Sumber Energi Baru). Seringkali dua istilah tersebut, yakni Sumber Energi Terbarukan dan Sumber Energi Baru, dianggap memiliki pengertian yang sama, namun tidaklah demikian. Sumber Energi Terbarukan merupakan bagian dari Sumber Energi, dimana Sumber Energi itu sendiri dibagi menjadi dua yakni Sumber Energi Terbarukan antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan Sumber Energi Tak Terbarukan antara lain minyak bumi, gas bumi, batu bara, gambut, dan serpih bitumen. Sedangkan Sumber Energi Baru adalah turunan dari sumber energi, baik sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, yang menggunakan Teknologi Baru. Sumber Energi Baru ini antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batu bara, batu bara tercairkan, dan batu bara tergaskan.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini dalam penempatannya saat ini dilakukan dengan dua cara, yakni dipasang pada permukaan tanah (ground mounted atau on-ground) dan dipasang terapung pada permukaan badan air (floating). Penempatan Solar Panel lainnya adalah yang dipasang di atap bangunan (roof mounted) dan dipasang di atas permukaan air dengan tidak terapung namun ditopang dengan tiang (pole). Tentu saja, alasan ekonomis menjadi pertimbangan utama dalam memilih cara pemasangan PLTS ini. Belakangan ini, PLTS Terapung menjadi semakin banyak digunakan karena mahalnya biaya okupasi lahan apabila Panel PV dipasang pada permukaan tanah, serta peruntukan lahan yang lebih diprioritaskan untuk pertanian maupun untuk pemukiman. PLTS Terapung, yang dikenal dengan nama Floatovoltaics atau Floating Photovoltaic (FVP) ini, dapat dipasang pada permukaan air di danau dan waduk serta sumber air buatan lainnya yang airnya cenderung tenang. Namun, selain dari aspek keamanan, biaya konstruksi dari PLTS Terapung ini juga harus dipertimbangkan, serta biaya pemeliharaannya mengingat inspeksi PLTS terapung akan menggunakan transportasi air.

Dari sisi struktur, perbedaan utama antara PLTS on-ground dengan PLTS floating ini adalah pada struktur pengapungnya. Komponen dari PLTS Terapung ini adalah Floater atau ponton pengapung yang terbuat dari bahan plastik (polietilena), Photovoltaic Modules-nya sendiri, penangkal petir, combiner box, inverter, jalur penambatan atau mooring lines, dan penjangkaran atau anchoring. PLTS Terapung ini akan lebih efisien dari sisi biaya transmisi listrik apabila dibangun berdekatan dengan pembangkit listrik tenaga air yang sudah ada. Luasan dari PLTS Terapung ini bervariasi hingga ratusan hektar, yang tentu saja dibagi dalam segmen-segmen pengapungan yang disebut island. PLTS Terapung di Indonesia dapat ditemukan pada Waduk Cirata di Jawa Barat yang dikembangkan oleh PLN. Di luar negeri, PLTS terapung dapat ditemukan antara lain di China (Dezhou, Provinsi Shandong), yang mengkombinasikan antara perikanan dengan smart PV, PLTS Terapung di pantai yang sedang dibangun di Korea Selatan, pada tambak di Spanyol, di India, dan lainnya.  

Pertimbangan pemasangan PLTS Terapung sebagai kerangka evaluasi yakni dari sisi kebijakan, pertimbangan ekonomi, pertimbangan keamanan struktur dari sumber air yang dipasang PLTS Terapung (misalnya: keamanan bendungan),  pertimbangan dampak lingkungan, pertimbangan terhadap aktivitas dan keselamatan masyarakat, serta pertimbangan teknis pemasangan PLTS Terapung, menurut publikasi informasi dari USBR. Di Indonesia sendiri, pemanfaatan waduk untuk budidaya ikan air tawar yang sesuai dengan zona pemanfaatan ruang pada waduk, perlu menjadi pertimbangan dalam pemasangan PLTS Terapung pada waduk.

PERTIMBANGAN KEBIJAKAN. Di Indonesia, Kebijakan Energi Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 79 Tahun 2014. Beberapa poin penting dalam Perpres ini yang perlu dipahami bersama diantaranya dalam pasal 6 huruf a dinyatakan bahwa Sumber Daya Energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata tetapi sebagai modal pembangunan nasional. Hal ini juga sejalan dengan Pasal 11 ayat 1 huruf d PP tersebut yakni pengembangan Energi dan Sumber Daya Energi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, serta huruf b yakni memprioritaskan Penyediaan Energi bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap Energi listrik, gas rumah tangga, dan Energi untuk transporlasi, industri, dan pertanian. Sedangkan sasaran penyediaan energi listrik yakni penyediaan kapasitas pembangkit Iistrik pada tahun 2025 sekitar 115 GW, dan pada 2050 sekitar 430 GW.

Kebijakan pengembangan energi terbarukan tertuang dalam Peraturan Presiden RI Nomor 112 Tahun 2022 (Perpres) Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres tersebut dalam rangka percepatan pencapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional, dimana disebutkan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik yang selanjutnya disebut PLTS Fotovoltaik adalah pembangkit listrik yang mengubah energi matahari menjadi listrik dengan menggunakan modul fotovoltaik yang langsung diinterkoneksikan ke jaringan Tenaga Listrik PT PLN (Persero).

Pada waduk, pemasangan PLTS Terapung merupakan aspek dalam pengendalian pemanfaatan ruang pada waduk, dalam hal ini merupakan upaya konservasi waduk. Konservasi tersebut ditujukan untuk Perlindungan dan Pelestarian Waduk. Setelah sejalan dengan perlindungan dan Pelestarian Waduk, pemasangan atau pelaksanaan konstruksi PLTS Terapung pada sumber air merupakan pemanfaatan ruang pada sumber air, yang termasuk dalam kegiatan penatagunaan Sumber Daya Air.

PERTIMBANGAN EKONOMI. Pertimbangan ekonomi terkait pemilihan penggunaan PLTS terapung dibandingkan pemasangan PLTS on ground maupun pada atap didorong oleh semakin rendahnya  biaya dalam pemasangan PLTS terapung, seiring dengan menurunnya biaya fabrikasi komponen PLTS Terapung dan naiknya persaingan dalam suplai (produsen) komponen PLTS Terapung tersebut. Sementara itu, biaya penggunaan lahan semakin naik dan ketersediaan lahan (daratan) juga semakin terbatas. Hal inilah yang mendorong semakin meningkatnya pemasangan PLTS Terapung. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline