Lihat ke Halaman Asli

Henik Fuji

Mahasiswa

Apakah K-Pop Membawa Budaya Kosumerisme?

Diperbarui: 2 Juli 2024   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pinterest.com

K-Pop atau Korean Pop adalah salah satu bagian dari maraknya K-Wave. Budaya ini berasal dari Korea Selatan dan sudah merambah ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Penikmat K-Wave memiliki alasan masing-masing dan beragam, termasuk saya pribadi sebagai penggemar K-Pop. Musik korea sudah menjadi hal yang saya konsumsi semenjak saya suka menjelajah berbagai genre musik dari berbagai negara melalui internet. Hal yang menarik dari K-Pop adalah keunikannya–yang memadukan musik dan tarian dalam satu waktu. Padahal, melakukan keduanya memiliki kesulitan yang cukup tinggi, karenanya bagi saya K-Pop adalah hal luar biasa yang dimiliki korea. Meski hal sejenis ini juga dimiliki negara lain seperti Jepang, Thailand, China, dsb. K-Pop memiliki variasi musik yang lebih berwarna di pandangan saya. 

Budaya K-Pop sekarang lebih banyak dikenal dan hybe di berbagai kalangan usia. Hal ini terjadi karena promosi yang mereka lakukan sudah merambah ke pasar global. Kemudahan akses internet juga semakin mendukung K-Pop menyebar ke berbagai negara. K-Pop tidak semata-mata musik saja, karena arusnya telah membawa banyak hal turut serta. Dari sinilah budaya konsumen tidak bisa lepas dari K-Pop. Mulai dari album, pc (photocard), lightstick, perintilannya, hingga tiket konser maupun fansign, menjadi produk yang dikonsumsi penikmat K-Pop–-termasuk musik. Penggemar K-Pop juga terkenal menyukai K-Pop karena visual artisnya, sehingga banyak yang rela merogoh kocek hanya untuk membeli album atau barang yang menampilkan visual idolanya. 

Apakah budaya konsumen yang timbul karena K-Pop ini merupakan sebuah kebutuhan atau keinginan semata? Jawaban dari pertanyaan agaknya beragam tergantung dari bagaimana sikap konsumen. Memang, jika melihat dari beberapa fans yang rela membeli berbagai printilan idolanya adalah untuk memenuhi keinginan mereka. Keinginan ini bukan sekedar sebagai hal yang membuang-buang uang ataupun foya-foya, tapi sebagai bentuk apresiasi penggemar kepada idolanya. Meskipun hal ini juga menimbulkan hedonisme karena rela membeli hal apa saja yang berhubungan dengan idolanya, meskipun bukan bagian dari karya sang idola. 

Lantas bagian apa yang menjadi kebutuhan? Beberapa penggemar seringkali menjadikan K-Pop sebagai tempat pelariannya dan penyembuhan. K-Pop juga memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental penggemarnya, baik melalui musiknya maupun visual idolanya. Melalui sosial media, beberapa penggemar mengakui bahwa K-Pop berhasil menjadi support system mereka. Bagi sebagian orang hal ini memang terkesan hiperbola, tapi beberapa penggemar memang menjadikan K-Pop sebagai motivasi untuk bangkit dari keterpurukan. Melalui lirik-lirik dalam lagunya, maupun bagaimana sikap idolanya memperlakukan para penggemar. Karenanya, musik K-Pop serta idola K-Pop juga menjadi kebutuhan bagi sebagian orang. 

Saya dan beberapa teman saya juga merasakan pengaruh positif dari menggemari K-Pop. Baik itu memiliki idola sebagai role model, menikmati musik mereka untuk bersenang-senang melepas stress, maupun melihat aktivitas lucu idola melalui variety show mereka. Jika ditanya, apakah hanya K-Pop saja yang bisa melakukan hal tersebut? Tentu saja tidak, karena setiap individu memiliki kegemaran masing-masing dan cara untuk bersenang-senang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline