Entah kenapa akhir-akhir ini saya bergitu kesal dengan sesuatu yang bernama lupa, si lupa ini nyata nya telah merenggut beberapa hal yang sudah susah payah untuk di pahami dan dilogika kan, mungkin sudah merupakan sunatullah bahwa manusia mempunyai keterbatasan akan daya ingat terhadap satu hal, terlebih jika hal tersebut sudah cukup lama tak pernah di update atau diulang. Bahkan dalam sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Prof Ralph Merkle dari Georgia Tech disebut kan bahwa otak manusia bisa menampung 2 milyar lebih informasi dan ketika daya tampung tersebut telah penuh maka informasi yang baru didapat akan menggeser atau perlahan menghilangkan informasi yang telah lama/usang/tak pernah di update. Entah dapat dipercaya atau tidak, namun itulah data yang telah didapat secara ilmiah oleh para ahli dibidang ini, mungkin bagi saya sendiri (walau tak terlalu percaya) jumlah yang dikalkulasikan tersebut sangat lah sedikit bagi ukuran otak manusia untuk menyimpan informasi yang diperlukan didalam proses hidupnya.
Dalam metode praktisnya ada beberapa cara untuk kita dapat mencegah walau tak mengobati si lupa ini, menulis adalah salah satunya, dengan menulis kita dapat mencari kembali informasi-informasi yang telah dicuri oleh si lupa. Perkembangan dunia keilmuan merupakan salah satu yang sangat dinamis perkembangannya, dalam beberapa tahun saja pergerakan dunia pengetahuan ini sudah sangat jauh daripada tahun-tahun sebelumnya, maka terkadang kita terbersit untuk mengetahui mengapa begitu cepatnya sesuatu hal berkembang dan salah satu jawaban nya adalah dengan menulis. Buku – buku pengetahuan yang digunakan sebagai referensi guna perkembangan dunia pengetahuan ditulis oleh orang-orang yang tak ingin informasi yang telah di dapatnya dengan susah payah dan menghabiskan waktu yang panjang tiba-tiba dicuri oleh si lupa.
Terlepas dari si misteri yang bernama lupa ini, sebenarnya ada hal yang paling mendasar ketika kita mengumpulkan informasi didalam otak kita. Ukuran nya dapat dikatakan bukan mudah atau tidak nya suatu informasi/pengetahuan untuk dipahami, namun lebih kepada bagaimana setiap individu tersebut dapat menakar seberapa dalam menginternalisasikan nilai-nilai pengetahuan yang telah dia pahami kedalam kehidupannya. Hal ini cukup sulit untuk dilakukan dibanding hanya mengingat atau memahami, Karena proses penginternalisasian ilmu pengetahuan harus selaras dengan hati dan konsep hidup setiap individu yang kemudian menjadi penunjuk arah nya dalam bermasyarakat. Mereka lah yang bisa dikatakan masyarakat ilmiah yang selalu mempunyai dasar yang kuat dalam setiap tindakan nya.
Harus kita sadari sebagai makhluk yang tak akan mungkin sempurna, maka si lupa sudah pasti selalu ada dalam setiap individu, hanya yang membedakannya adalah seberapa banyak usaha yang telah dilakukan individu tersebut untuk mencegah semakin merajalelanya sesuatu yang bernama lupa ini. Dan tulisan ini hanya sebagian kecil dari usaha untuk merefresh otak dari serpihan-serpihan yang terus dipungut oleh si lupa. Pada akhirnya kualitas dan kompetensi setiap individu yang menentukan adalah dirinya sendiri, seberapa tekun dan giat untuk terus menjadi makhluk pembelajar atau sering disebut orang Long Live Learning, karena kelak mau tidak mau kita pun harus berdamai dan memaklumi ada nya misteri yang bernama “lupa”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H