Topik yang diangkat kompasiana dengan #ANAKNONTONPORNOyang didasarkan atas video yang viral dimana diperlihatkan seorang anak yang menonton konten pornografi melalui gadgetnya, mirisnya dalam video tersebut ditampilkan bahwa si anak berada ditengah orang-orang dewasa sehingga sangat miris melihat kondisi tersebut, luputkan orang tua dalam mengawasi atau memang sengaja dibiarkan.
Saya tidak mengetahui secara detail tentang video si anak yang menonton konten porno, tetapi saya mencoba memberikan pendapat tentang mudahnya konten porno diakses. Salah satunya melalui mesin pencari "google", ketika dimasukan keyword "pornografi" pada laman pencarian seolah-olah biasa saja, justru yang muncul adalah website yang berisikan artikel untuk menjauhi pornografi, namun ketika jenis pencarian diganti dari web menjadi gambar, maka lihatlah sendiri apa yang nampak. Betapa banyak konten-konten pornografi yang ditampilkan. Hal tersebut tidak berbeda dengan youtube, mesin pencari untuk kategori video.
Tentu, konten-konten tersebut merupakan ancaman yang serius apabila sampai diakses oleh anak-anak secara berkelanjutan.
Adanya konten pornografi di internet yang dapat diakses dengan mesin pencari tentu menimbulkan pertanyaan, megapa konten itu ada, padahal konten tersebut kan dilarang oleh peraturan perundang-undangan untuk disebarkan.
Artis berinisal "A alias NI" menjadi pesakitan atas keterlibatan dalam sebuah konten pornografi, namun efek jera tampaknya tidak ada, jika melihat kondisi saat ini dimana justru semakin mudah konten porno diakses.
Mengapa ada konten porno, tentu alasannya karena ada orang yang tertarik (permintaan) tentu apabila ada permintaan secara bisnis maka akan hadir penawaran. Timbal-balik antara penawaran dan permintaan inilah alasan adanya konten porno. Dipadukan dengan kondisi semakin mudahnya akses, tentu dapat dikatakan bahwa permintaan dan penawaran sudah sangat besar dan sistemik. Terbukti sangat sedikit sekali kasus-kasus pelanggaran peraturan perundang-undangan tentang pornografi dapat diselesaikan.
Tentu yang terlihat saat ini untuk membendung peredaran konten pornografi masih sebatas upaya persuasif "18+ dan pembatasan akses "internet positif", Jika hanya mendasarkan kedua upaya tersebut permasalahan mudahnya akses konten pornografi tentu tidak akan tuntas. Saya melihat jika telegram saja bisa diblokir karena dicurigai adanya aktifitas jahat, saya pikir Google dan youtube, ataupun facebook serta apapun itu sarana yang memungkinan distribusi konten pornografi, untuk diberikan kewajiban menyingkirkan konten pornografi dari data base pencariannya, mungkin itu dapat membatasi konten porno.
Tentu kasian anak-anak jika terus terpapar hal tersebut, untuk itu mohon pihak yang memiliki otoritas untuk bertindak mengatasi kondisi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H