Testimoni - Ada seribu alasan untuk tetap di kampung halaman, namun butuh satu alasan untuk merantau. Hal tersebut merupakan hasil perenungannya saya untuk akhirnya meninggalkan kampung halaman ke tanah rantau. Di kampung halaman memang kehidupan terasa bahagia meskipun sederhana karena keeratan hubungan antar sanak keluarga. Namun, satu alasan untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang untuk keluarga, mengigat kebutuhan yang terus bertambah baik dari segi jenis maupun harga.
Jakarta, Bandung, Surabaya dan berbagai kota pusat kota di Indonesia merupakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki daya tarik untuk perantau, demikian halnya dengan saya. Merantau di kota besar memang menjajikan dari segi penghasilan, namun suasana dan hubungan antar manusia sangat berbeda dengan di kampung. Di perkotaan hubungan lebih bersifat materialistis dan pemandangan yang paling menggugah perasaan adalah ketimpangan sosial. Nampak nyata antara kelompok yang berpenghasilan tinggi dengan rendah (relatif) tinggal dalam satu kota tetapi dengan strata berbeda, tanpa saling menyapa dan tinggal di lingkungan yang berbeda sehingga timbul juga dikotomi perumahan mewah dan pemukiman kumuh. Pemandangan tersebut membuat rindu akan kampung halaman, dimana disana ketimpangan tidak terlihat karena setiap orang saling-tolong menolong. Dikotomi memang ada di kampung halaman, namun tidak membuat orang terkotak-kotak dan membuat tidak saling berinteraksi.
Hari Raya Idul Fitri merupakan kesempatan untuk dapat menyalurkan kerinduan ke kampung halaman, karena secara tradisi pada hari sebelum, pada hari raya dan sesudah hari raya ditetapkan sebagai hari libur sehingga para pekerja, anak sekolah, ataupun profesi lain dapat menikmati libur panjang, prosesi kembalinya para perantau kekampung halaman ini yang kemudian dikenal dengan mudik sebuah istilah yang populer di negeri ini.
Pada Hari Raya Idul Fitri kita kembali ke kampung halaman tidak hanya kembali. Tentu hasil jerih payah kita berupa rezeki selama merantau alangkah indahnya apabila bisa berbagai dengan sanak keluarga. Pakaian (fashion), aneka camilan, serta uang saku (THR) menjadi barang-barang yang kita bagaikan ke sanak saudara sebagai bingkisanberbagai kebahagian di kampung halaman.
Tentu untuk menyambut hari raya tidak dapat disiapkan hanya dalam jangka waktu satu bulan sebelum tiba, namun disiapkan sejak lebaran di tahun sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan anggaran untuk mudik memang tidak sedikit dan karena merupakan hari yang bahagia, tentu tidak etis apabila sampai mengakibatkan kekurangan keuangan, apalagi jika itu terjadi di kampung halaman.
Keuangan merupakan hal utama untuk mudik, namun hal pokok adalah penggunaan moda transportasi untuk sampai ke kampung halaman. Terdapat banyak alternatif untuk mudik dengan geografis Indonesia sebagai negara kepalauan dapat menggunakan akomodasi transportasi laut dan udara. Namun, dengan penduduk yang terkosentrasi di pulau jawa, fokus jalur mudik terletak dari jalur darat dari jakarta ke kota-kota di ujung barat jawa sampai ujung timur (anyer - panurukan). Kendaraan darat umum, seperti kereta dan bus dapat menjadi pilihan. Namun, masing-masing memiliki kelemahan. Pemudik yang akan menggunakan moda transportasi kereta dihadapkan pada terbatasnya daya tampung. Untuk penggunaan bus umum juga terbatas atas ketersedian armada serta kelayakan jalan. Akhirnya sebagian pemudik yang belum tertampung akomodasi umum memilih moda transportasi pribadi dengan pertimbangan akan digunakan untuk mengunjungi sanak saudara yang berada di kampung serta sekaligus untuk berwisata. Dampak dari kehadiran pemudik dengan transportasi pribadi adalah kepadatan jalur (kemacetan) yang bisa sampai berkilo-kilo meter.
Kemacetan yang terjadi tentu bukan masalah bagi pemudik, karena kerinduan kampung halaman seakan menjadi obat dari kelelahan. Namun, dari keamanan dan keselamatan berlalu-lintas sangat berbahaya ditambah dengan perilaku pemudik yang belum tertib melanggar rambu lalu-lintas. Tidak sedikit kecelakaan lalu-lintas yang terjadi pada arus mudik dan bahkan sampai berujung pada timbulnya korban jiwa. Resiko terbesar pada pemudik dengan kendaraan pribadi mengincar pengguna sepeda motor. Hal tersebut dikarenakan pemudik memaksanakan untuk menggunakan motor yang notabene sebagai alat transportasi jarak pendek dalam kota. Namun, digunakan untuk mudi antar kota, bahkan antar provinsi. Tentu faktor kelayakan sudah tidak terpenuhi disertai dengan kelelahan dan kepadatan jalur pengguna sepeda motor sebagai kendaraan terkecil di jalan sangat rentan resiko kecelakaan lalu-lintas.
Keterbatasan akomodasi angkutan umum yang menjadi alasan penggunaan transportasi pribadi, terkhusus motor sebenarnya sudah mulai di atasi oleh kementerian perhubungan dengan mengadakan progam mudik gratis dengan kuota 3 orang kepada para pemudik dengan sepeda motor. Tentu, hal tersebut merupakan tawaran menarik daripada mengambil resiko di jalan, ditambah progam kementerian perhubungan tersebut tidak hanya mengikut sertakan pemudik, tetapi juga motor sehingga sepeda motor tetap bisa digunakan di kampung halaman serta dengan biaya 0 (gratis) hal ini bisa memindahkan alokasi untuk transportasi untuk memenuhi kebutuhan lain. Jangan ditunda segera untuk mencari infonya (klik mudikgratis.go.id).
Tentu kerja keras kita menjemput rezeki di tanah rantau janganlah dibuat sia-sia dengan mengambil resiko keamanan dan keselamatan di jalan, terkhusus bagi pemudik dengan sepeda motor. Untuk itu ingatkan orang disekitar kita rekan-rekan kerja untuk kembali kekampung halaman dengan selamat dengan memilih moda transportasi yang layak sehingga terjamin keselamatan dan keamanan pada perjalanan mudik.
Info tentang komitmen penyedian tranportasi kemenhub outlook 2017 (klik)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H