Lihat ke Halaman Asli

Tanpa Hukum! Smart City Hanya Dunia Maya?

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum hadir ditengah masyarakt untuk menghadirkan keadilan bagi masyarakat. Keadilan dalam arti sederhana dapat dipahami sebagai tindakan  penempatan sesuatu pada tempatnya. Hukum dikenal oleh masyarakat sebagai instrumen pengendalian sosial dengan Lembaga Pemasyarakatan (LP) sebagai muara dari tindakan hukum.

Akan tetapi di dunia modern, Hukum sudah sepantasnya ditempatkan bukan sebatas pada instrumen akhir pengendalian sosial dalam hubungan kemasyarakatan. Hukum harus hadir lebih awal mengiringi dari setiap tahap pembangunan atau dalam hal ini dikenal dengan hukum sebagai sarana rekayasa sosial (Social Enginering). Roscoe Pond adalah tokoh yang memperkenalkan konsep hukum sebagai sarana rekayasa sosial. Di Indonesia oleh Mochtar Kusuma Atmadja teori hukum sebagai sarana rekaya sosial telah diadopsi disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan bangsa Indonesia sehingga melahirkan teori hukum pembangunan.

Dewasa ini  efektifitas dan efisiensi menjadi tuntutan yang harus dicapai dalam segala bidang kehidupan. Untuk itu kehadiran hukum sejak awal dalam seluruh tahapan tata kelola (POAC), meliputi: Planing, Organization, Actuating, Controlling). Hukum dalam hal dijadikan sebagai sarana monitoring dan evaluasi (monev) sehingga setiap penyimpangan baik yang terjadi selama pelaksanaan ataupun setelah selesainya suatu progam atau kegiatan dapat terpantau dan diambil tindakan lebih cepat atau responsif.

Konsep Smart City sebagai bentuk integrasi manajemen perkontaan didukungan teknologi informasi (TI) secara ideal bertujuan untuk meningkat efektifitas dan efisiensi dalam manajemen perkotaan. Akan tetapi basis data yang digunakan adalah TI yang notabene merupakan dunia virtual, sedangkan permasalahan dihadapi berada di dunia sesungguhnya. Kondisi ini apabila tidak disertai dengan komitmen yang berkelanjutan. Maka yang terjadi hanya peningkatan laju arus informasi, akan tetapi tidak diikuti dengan tindak real.

Negara Indonesia merupakan negara hukum, artinya: segala tindakan dan hubungan yang timbul dalam wilayah negara Indonesia harus berdasar pada hukum. Oleh karena itu, teori hukum pembangunan sekiranya relevan untuk diterapkan sebagai pondasi serta sarana monitoring dan evaluasi dalam perwujudan smart city.

Keunggulan adopsi TI seperti yang telah diterapkan pada provinsi DKI Jakarta dengan aplikasi e-budgeting terbukti mengahdirkan transparansi dan akuntabiltas dalam penyusuan anggaran dan belanja pemerintah. Akan tetapi perlu disadari kehadiran hukum yang terlambat serta tidak kokoh berimplikasi terjadinya sengketa antara eksekutif dan legislatif. Akibatnya dapat dipastikan efektifitas dan efisiensi justru tidak tercapai akibat konflik yang berkelanjutan.

Hal tersebut merupakan seglumit kecil dari permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan smart city diberbagai perkotaan di Indonesia. Pelajaran yang dapat dipetik dalam penerapan smart city adalah penggunaan sarana hukum sebagaipondasi perencanaan, monitoring, hingga evaluasi. Tentu hukum dapat diterapkan apbila dalam hal ini tercapai komitmen dari seluruh pemangku kepentingan perkotaan. Untuk politik yang harus dibangun adalah inisasi yang dimulai dari pemerintah yang kemudian disebarluaskan kepada seluruh kalangan dan lapisan masyarakat yang kemudian dikokohkan dengan institusi hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline