Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Utama Industri Hulu Migas Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. Republika.co.id

[caption id="" align="aligncenter" width="360" caption="dok. Republika.co.id"][/caption]

Migas merupakan sumber energi utama yang menopang kegiatan perindustrian di Indonesia. Sumber energi dari migas tergolong tidak terbarukan dansaat ini persediannya semakin tipis. Hal tersebut terlihat dari tingkat kenaikan harga migas dari waktu ke waktu. Indonesia sebagai salah satu negara yang pernah menjadi raksasa migas dengan puncak produksi mencapai 1,6 juta bph pada tahun 1995-1996. Akan tetapi kegiatan industri hulu migas di Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 800 bph (skkmigas.com, 2014). Berbanding terbalik dengan konsumsi migas yang justru mengalami kenaikan yang didorong oleh pertumbuhan dunia usaha.

Kedudukan migas sebagai sumber energi memiliki kedudukan yang sangat vital menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi ketersedian cadangan migas dan produksi tidak lagi mampu untuk memenuhi permintaan. Akibatnya impor migas adalah suatu dampak yang tidak dapat dihindari lagi. Dilansir oleh SKK Migas (2014) secara garis besar setidaknya terdapat 3 (tiga) area pokok tantangan Industri Hulu Migas yang berdampak pada keamanan Pasokan Energi untuk Kepentingan Nasional sehingga perlu menjadi perhatian dan penanganan bersama:(1) Peningkatan Produksi; (2) Pemenuhan Cadangan Minyak Baru; (3) Kecenderungan Peningkatan Biaya Operasi.

Tantangan pengelolaan migas akan dapat teratasi apabila seluruh pemangku kepentingan, meliputi : pemerintah, pengusaha, akademisi, dan masyarakat bekerjasama mewujudkan tujuan nasional yang telah tertuang dalam konstitusi. Dasar-dasar pengelolaan sumber daya alam (SDA) sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 telah mewakili kepentingan umum. Hanya saja dalam pelaksanaan seringkali terjadi penyimpangan akibat kurang sinerginya kontribusi dari seluruh pemangku kepentingan.

Perubahan akan menjadi kenyataan apabila dimulai dari tataran puncak pemerintah yang kemudian mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan tujuan yang telah tertuang dalam UUD 1945. Dikarneakan pemerintah merupakan pemegang kedaulatan rakyat. Dalam hal ini ketika kebijakan telah diambil oleh pemerintah, masyarakat harus mendukung dan melepaskan ego pribadi. Migas saat ini bukan hanya sebagai komoditas, akan tetapi merupakan lokomotif penggerak perekonomian bangsa. Perlu ditanamkan bagi seluruh pemangku kepentingan tentang migas sebagai lokomotif perekonomian nasional.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline