Pasar modal dan perbankan syariah memainkan peran penting dalam sistem keuangan berbasis syariah. Keduanya memiliki hubungan yang erat dalam menciptakan ekosistem keuangan yang adil dan inklusif, sesuai prinsip syariah. Artikel ini membahas keterkaitan tersebut dari perspektif hukum, dengan menyoroti regulasi yang mengatur, tantangan, serta peluang yang dihadapi.
Sinergi dalam Ekosistem Keuangan Syariah
Pasar modal syariah menyediakan alternatif investasi berbasis syariah melalui instrumen seperti saham syariah, sukuk, dan reksa dana syariah. Di sisi lain, perbankan syariah berperan sebagai lembaga intermediasi yang juga dapat memanfaatkan pasar modal untuk pendanaan. Sukuk, misalnya, menjadi instrumen penting bagi bank syariah dalam menggalang dana sekaligus berinvestasi secara syariah.
Kerangka Hukum yang Mengatur
Hubungan ini diatur oleh berbagai regulasi, seperti:
1. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang menjelaskan prinsip operasional bank syariah.
2. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, sebagai dasar hukum aktivitas pasar modal syariah.
3. Fatwa DSN-MUI, yang memastikan kesesuaian syariah produk dan layanan di kedua sektor.
Kerangka hukum ini bertujuan untuk menjamin integritas dan kepatuhan syariah dalam hubungan kedua sektor. Sebagai contoh, penerbitan sukuk oleh bank syariah memerlukan kepatuhan terhadap aturan OJK dan fatwa terkait.
Tantangan dan Peluang
Tantangan utama hubungan ini meliputi harmonisasi regulasi, literasi hukum yang rendah, dan pengawasan kepatuhan syariah. Namun, peluang besar terlihat pada potensi integrasi teknologi finansial syariah, peningkatan literasi masyarakat, dan dukungan regulasi yang semakin solid.