Lihat ke Halaman Asli

Hendy Adinata

Sukanya makan sea food

Profesi ASN dan Panggilan Hidup

Diperbarui: 13 Juli 2021   21:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini dialamatkan kepada para pejuang NIP di seluruh tanah air.

Menjadi ASN bagi sebagian besar orang di Indonesia adalah sebuah cita-cita, sama halnya dengan ingin mendapatkan istri cantik atau suami seorang sultan. Benar begitu?

Kalau ditanya mengapa seseorang ingin menjadi ASN, maka jawaban yang paling banyak kita temukan yaitu: penghasilannya tetap; terbebas dari PHK; ada uang pensiun; mudah pinjam uang ke bank; ada beasiswa sekolah; fasilitas rumah dinas, tunjangan dan ada-ada lainnya.

Ini kah yang membuat banyak orang tergiur ingin menjadi ASN? Pastinya.

Bicara ASN berarti bicara soal profesi. Profesi merupakan salah satu asas fungsional di dalam masyarakat. Kita sangat terikat dan hampir tidak bisa lepas dari yang namanya profesi dan buah karya profesi.

Sebagai contoh: Kita bangun pagi mencari handphone (berhubungan dengan IT). Gaya rambut, baju dan celana yang saudara miliki itu karya seorang barber dan tukang jahit. Interior mobil kita dan perangkat di dalamnya itu semua hasil karya profesi, dan sebagainya dan sebagainya.

Karya-karya profesi ini pada akhirnya digunakan untuk saling berbagi dan boleh menjadi manfaat bagi umat manusia. Termasuk juga blog 'Kompasiana' ini merupakan buah karya dari sebuah profesi yang diharapkan dapat menjadi berkah bagi saudara dan saya.

Kembali ke paragraf dua, memang salah satu alasan orang terjun ke dalam profesi adalah demi uang. Namun perlu dimaknai, profesi bukan sekadar mata pencaharian, tapi dengan profesi orang dapat menjalani hidup yang lebih baik, bernilai dan bermakna. Profesi adalah panggilan hidup.

Di Indonesia masih banyak yang menganggap profesi ASN hanya sebatas mata pencaharian. Karena mindset-nya seperti ini, maka tidak keliru jika citra ASN pun sangat buruk. Label-label seperti "ASN bobrok, mata duitan, makan gaji buta, lamban," itu memang nyata-nyata terjadi. Kita terlalu naif jika mengabaikan fakta yang ada.

Saya ingin katakan kepada saudara, tidak semua orang bisa berkuliah merasakan bagaimana belajar di universitas. Kalian adalah salah satu orang yang beruntung bisa menjadi sarjana. Di rumah saya pun, dari tiga beradik, hanya saya seorang yang sarjana.

Menjadi sarjana adalah sebuah privilage (punya hak istimewa). Privilage adalah anugrah pemberian Tuhan. Saya kasi dua contoh: menjadi anak presiden itu privilage, terlahir dari keluarga konglomerat itu privilage. Anak itu auto menjadi sultan, cukup secara materi, terpenuhi secara fasilitas, punya pengaruh dan banyak jaringan koneksi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline