Pasca dilanda pandemi Covid-19 pada tahun 2020, sektor pariwisata di Provinsi Bali mulai pulih kembali. Hal ini ditunjukkan dengan mulai meningkatnya kontribusi sektor penyediaan akomodasi pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Bali. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS, pada tahun 2022, sektor penyediaan akomodasi memberikan kontribusi pada PDRB Atas Dasar Harga Berlaku sebesar Rp 43,96 triliun. Nilai ini sudah mengalami kenaikan dibandingan kondisi tahun 2021, di mana ketika itu kontribusi dari sektor penyediaan akomodasi adalah Rp 36,59 triliun.
Pulihnya sektor pariwisata di Bali tidak terlepas dari berbagai kebijakan dan insentif yang diberikan oleh pemerintah untuk pariwisata bali. Insentif yang diberikan oleh pemerintah ini bertujuan untuk meningkatkan kunjugan wisatawan domestik maupun asing ke pulau dewata. Pada awal masa pandemi, pemerintah sempat memberikan insentif berupa subsidi tiket pesawat dengan tujuan ke Bali untuk mendorong kunjungan dari wisatawan domestik ke Bali. Kemudian ketika pembatasan mobilitas mulai dilonggarkan, pemerintah membuat kebijakan Work From Bali. Kebijakan ini dibuat untuk para ASN agar menjalankan kegiatan pekerjaan di Pulau Bali sehingga dapat mendorong pemulihan pariwisata di Bali. Selain insentif untuk wisatawan dalam negeri, pemerintah juga mendorong kunjungan dari wisatawan asing ke Bali. Hal ini salah satunya dilakukan dengan cara menjadikan Bali sebagai tuan rumah berbagai event internasional, seperti: turnamen Indonesia Open, dan G20. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah ingin menunjukkan bahwa kondisi di Bali sudah aman pasca pandemi covid-19 dan sudah siap untuk menyambut kedatangan wisatawan mancanegara.
Berbagai kebijakan dan insentif pemerintah untuk pemulihan pariwisata bali berbuah positif. Kunjungan wisatawan domestik dan asing ke pulau bali mulai meningkat. Berdasarkan BPS, pada tahun 2022, kunjungan wisatawan ke Bali mencapai 10,21 juta orang, dibandingkan tahun 2021 yang hanya 4,3 juta orang. Peningkatan jumlah wisatawan memberikan dampak positif terhadap perekonomian di Bali. Hal ini tentu saja membawa angin segar bagi masyarakat Bali yang sebagian besar bekerja di sektor pariwisata. Namun di sisi lain, peningkatan kunjungan wisatawan ke pulau Bali, khususnya wisatawan asing ternyata juga menimbulkan permasalahan bagi pariwisata di Bali. Salah permalasahan yang mungkin timbul dari tingginya jumlah kunjungan wisatawan adalah overtourism. Overtourism merupakan suatu kondisi di mana terlalu banyaknya kunjungan wisatawan ke suatu destinasi wisata sehingga justru menimbulkan dampak negatif bagi kualitas pariwisata di daerah tersebut.
Fenomena overtourism juga sudah mulai terlihat di Bali. Beberapa saat yang lalu media masa sempat diramaikan dengan berita mengenai perilau-perilaku negatif yang dilakukan oleh para wisatawan asing di Bali. Perilaku-perilaku negatif tersebut seperti merusak fasilitas di tempat wisata, mengganggu ketertiban umum, bahkan hingga menjalankan usaha ilegal di Bali. Perilaku negatif wisatawan asing tersebut menimbulkan keresahan bagi para pelaku usaha pariwisata di Bali karena dapat merusak nama Bali sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan ke Bali.
Berbagai perilaku buruk yang dilakukan oleh wisatawan asing di Bali merupakan salah satu tanda bahwa kualitas wisatawan asing yang datang ke Bali masih banyak yang rendah. Hal ini terlihat dari masih banyaknya wisatawan asing yang datang ke bali bukan untuk berwisata, melainkan untuk menjalankan usaha yang tidak bisa mereka lakukan di negara asalnya. Tindakan-tindakan seperti ini tentu akan merugikan bagi para pengusaha lokal di Bali. Oleh karena itu, pemerintah perlu menerapkan suatu kebijakan untuk mengatasi permasalahan ini.
Pengenaan pajak terhadap turis asing merupakan salah satu kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah Provinsi Bali untuk mengatasi overtourism. Pajak turis asing merupakan pajak yang dikenakan kepada wisatawan asing yang berwisata ke suatu negara dan dipungut oleh pemerintah daerah setempat. Pajak turis asing dapat menjadi alat filter wisatawan yang akan berkunjung ke bali untuk memastikan bahwa mereka memang memiliki tujuan berwisata, bukan hal-hal lain yang merugikan. Selain itu dengan menggunaan skema earnmarking, penerimaan dari pajak turis asing nantinya juga dapat digunakan untuk mengembangkan pariwisata di pulau bali.
Pajak turis asing ini bukanlah hal yang baru. Beberapa destinasi wisata di dunia telah menerapkan kebijakan pajak turis asing guna meningkatkan kualitas pariwisata di daerahnya. Kota Roma mengenakan pajak terhadap turis asing sebesar 4 – 7 euro per orang per malam. Selandia Baru juga mengenakan pajak terhadap turis asing sebesar £19 yang nanti penerimaannya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan perawatan lingkungan di destinasi wisata. Daerah seperti Amsterdam dan Bhutan menerapkan pajak turis asing yang cukup tinggi untuk mencegah dampak negatif overtourism. Amsterdam mengenakan pajak turis asing sebesar 7% dari biaya tagihan kamar hotel ditambah biaya tetap sebesar £3 per orang setiap malamnya. Sementara Bhutan mengenakan pajak turis asing sebesar £155 -£194 per hari yang disertai dengan pembatasan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahunnya untuk menjaga keaslian daerahnya. Bahkan negara tetangga, yaitu Thailand per 1 Juni 2023 akan mulai mengenakan pajak terhadap turis asing sebesar $4 - $8 yang akan ditambahkan pada biaya tiket transportasi menuju Thailand.
Melihat banyaknya manfaat dari penerapan pajak turis asing pada berbagai destinasi wisata terkenal di dunia, maka Pemerintah Bali perlu segera mempertimbangan untuk menerapkan kebijakan serupa. Skema pemungutan pajak yang paling praktis untuk diterapkan di Bali adalah dibebankan pada tagihan hotel di tempat para turis asing menginap. Jadi proses pemgungutan pajak turis asing dilakukan bersamaan dengan pemungutan pajak hotel oleh pemerintah kabupaten/kota. Kemudian untuk nominal yang harus dipungut tentu saja harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat memperoleh hasil yang optimal. Diskusi antar pemerintah dan pelaku usaha pariwisata perlu dilakukan untuk menentuk nilai pungutan yang dianggap tepat.
Potensi penerimaan dari pajak turis asing di bali tentu sangat besar. Hal ini tidak terlepas dari popularitas pulau bali yang merupaan destinasi utama wisatawan asing di Indonesia. Berdasarkan data BPS, jumlah kunjungan wisatawan asing ke Bali pada tahun 2022 sebanyak 2,16 juta orang. Dengan mengasumsikan bahwa pajak turis asing yang dipungut minimal adalah $1 per orang setiap malamnya dan rata-rata lama menginap turis asing minimal adalah 1 hari, maka terdapat potensi tambahan penerimaan pajak bagi pemerintah kabupaten/kota minimal sebesar $2,16 juta atau Rp 32,4 miliar (kurs 1 USD = Rp 15.000). Potensi tambahan penerimaan tersebut akan sangat bermanfaat dalam menangani dampak overtourism dan pengembangan pariwisata di Pulau Bali.
Kebijakan pajak turis asing memiliki potensi dampak yang sangat positif bagi Pulau Bali. Namun pemerintah juga perlu memperhatikan beberapa permasalahan yang mungkin timbul dari kebijakan ini. Permasalahan pertama yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah adanya penolakan dari para pelaku usaha yang khawatir akan terjadinya penurunan wisatawan akibat pengenaan pajak bagi turis asing. Untuk memitigasi hal ini maka pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang intensif pada para pihak terkait untuk menjelaskan tentang manfaat dan tujuan dari kebijakan ini. Permasalahan kedua adalah dari aspek dasar hukum. Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) diatur bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh memungut pajak selain jenis pajak yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Pajak turis asing tidak termasuk dalam jenis pajak daerah yang diatur pada UU HKPD. Sehingga sampai dengan saat ini belum ada dasar hukum yang dapat digunakan untuk penerapan pajak turis asing. Oleh karena itu, kedua permasalahan ini harus diselesaikan terlebih dahulu agar dapat menerapkan kebijakan pajak turis asing dengan baik.