Lihat ke Halaman Asli

Hendry Kornelius

Penulis dan konten kreator

Menjalankan Situasi Hidup (Deontologis dan Konsekuensialis)

Diperbarui: 9 Desember 2021   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia memiliki intuisi moral yang membahagiakan, sekaligus mengerikan, di satu sisi dengan memiliki intuisi moral, manusia bisa hidup dengannya lebih baik, namun di sisi lain intuisi moral ini dapat menipu manusia sendiri.

Kita ambil kasus bahwa ada kereta api yang akan menabrak 5 orang, di sisi rel lain juga ada satu orang yang akan ditabrak kalau kereta itu dialihkan, apakah dapat dianggap benar kalau kereta api itu dialihkan kepada satu orang itu demi menyelamatkan 5 orang itu? Kebanyakan orang akan menjawab iya. Namun bagaimana kalau kasusnya jadi begini, ada 5 orang yang akan ditabrak kereta api, dan hanya satu cara untuk menghentikannya, yaitu dengan mendorong 1 orang gendut dan kereta akan berhenti, apakah diperbolehkan secara moral kalau mendorong orang itu dan membuatnya meninggal demi menyelamatkan 5 orang yang akan tertabrak? Para Filsuf sepakat untuk menjawab tidak.

Kasus kedua ketika ada segerombolan orang yang bersembunyi dari tentara yang akan membunuh mereka di rumah seorang ibu yang memiliki seorang bayi, lalu ketika bayi itu menangis dan membuat tentara dapat mengetahui persembunyian mereka, apakah diperbolehkan untuk mencekik bayi itu demi menyelamatkan segerombolan itu, atau menyerahkan segerombolan itu dan membiarkan bayi itu tetap menangis?

Dari dua kasus ini, kita dapat mengetahui jalan pikir seseorang, mereka yang menjawab bahwa adalah boleh mengalihkan rel kereta dan membuat 1 orang meninggal demi menyelamatkan 5 orang itu, telah berpikir secara konsekuensialis, namun sebaliknya ketika kita berpikir bahwa adalah tidak boleh mendorong seorang yang gendut itu demi menyelamatkan 5 orang itu, maka kita telah berpikir secara deontologis.

Dalam kasus bayi, seseorang yang setuju dengan mencekik bayinya adalah orang yang berpikir secara konsekuensialis, dan yang tidak setuju adalah orang yang berpikir secara deontologis.

Demi pembaca saya memberikan penjelasan singkat:

1. Deontologis: Mengambil sikap bukan dari pertimbangan apa pun, selain pertimbangan sebuah kewajiban yang harus manusia lakukan, dan itu baik. 

2. Konsekuensialis: Mengambil sikap dengan menghitung resiko yang lebih rendah, dan mengambil sikap atas resiko yang lebih rendah itu.  

Lalu bagaimana kita memakai segala intuisi kita di dalam hidup ini? Intuisi konsekuensialis atau deontologiskah yang akan mengisi hari-hari kita? Saya menunda jawaban, demi sebuah refleksi atas diri saudara, pada kenyataannya kekayaan intuisi moral bukan hanya diwakili oleh konsekuensialis dan deontologis, melainkan juga ada pertimbangan-pertimbangan yang lain, campuran di sana-sini, dan seterusnya.

Pertimbangan akhir adalah, kita harus lebih sering mengambil waktu dengan serius untuk berpikir mengenai situasi yang sebenarnya, singkatnya jangan sampai kita dipermainkan oleh keadaan, emosi sesaat, dan segala bentuk lainnya, itu adalah sikap dan keputusan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. 

Orang beragama suka katakan, setiap orang mesti peka akan perkataan Allah-Nya, maksudnya peka hari ini harus berbuat apa, dan harus memakai situasi moral yang apa, moral dan intuisi setiap orang seharusnya memang tidak rigid, melainkan situatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline