Lihat ke Halaman Asli

Hendryk

Pengamat Kebijakan

Ojek Online, Antara Ada dan Tiada

Diperbarui: 30 Juli 2018   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Kemacetan di kota Jakarta merupakan pemandangan yang umum dirasakan para penghuninya, sebagai ibukota jakarta juga merupakan pusat bisnis, perekonomian dan perdaganganan. 

Dengan jumlah penduduk yang banyak serta meningkatnya jumlah volume kendaraan setiap tahunnya mengakibatkan kemacetan ditiap sudut kota jakarta, dimana sarana prasarana transportasi massal yang ada belum maksimal menjalankan fungsinya sedangkan kebutuhan akan transportasi cukup tinggi.

Mobilitas dan rutinitas masyarakat kota jakarta yang padat menjadikan ladang penghasilan bagi masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap, dengan menawarkan jasa pengantaran menggunakan kendaraan roda dua melewati kemacetan dengan cepat sampai tujuan membuat para pengguna jasa kendaraan roda dua merasakan waktunya lebih efisien dibandikan harus menikmati berlama -- lama dengan kemacetan.

Para pemberi jasa kendaraan roda dua sudah ada semenjak tahun 1969 didaerah Jawa tengah saat itu kendaraan yang dipakai sepeda roda dua. Mereka yang menawarkan jasa tersebut sering disebut ngobjek, karena mendapatkan penghasilan dari object yang diantarkan. 

Seiring waktu ngobjek dengan kendaraan sepeda roda dua berinovasi dengan sepeda yang menggunakan motor bukan lagi tenaga manusia dan kata ngobjek pun berubah menjadi ojek.

Dalam perjalanannya kehadiran ojek sepeda motor menuai kritik, menurut Brigadir Jenderal Karamoy Direktur Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian dan Ali Sadikin Gubernur Jakarta pada saat ini mengatakan penggunaan sepeda motor sabagai sarana transportasi bertentangan dengan peraturan lalu lintas, dan ojek bukan termasuk angkutan massal sampai akhirnya tahun 1979 ojek motor dirazia karena perkembangannya tak terkendali dan tanpa izin.

Tahun 2011 ojek online sudah mulai dirintis, namun peluncuran ojek online yang berbasis aplikasi baru dimulai tahun 2015. Perusahaan tersebut membuat inovasi pemesanan ojek melalui aplikasi untuk mempermudah para pengguna jasa ojek agar tidak melakukan transaksi langsung dengan para pemberi jasa ojek sehingga meminimalisir tawar menawar yang kadang menjengkelkan.

Aplikasi yang dibangun oleh perusahaan ojek online telah membuat kalkulasi biaya perjalanan dan dimana lokasi penjemputan orang yang akan memesan ojek tersebut, ojek online makin disenangi oleh para pengguna jasa ojek karena lebih efektif dan efisien dijemput dan diantar sesuai dengan permintaan yang sudah tertera dalam aplikasi untuk pembayaran pun lebih mudah serta murah.

Sebuah terobosan yang sangat luar biasa jasa ojek online menawarkan solusi lapangan pekerjaaan bagi yang membutuhkan pekerjaan. Ojek online akhirya dapat menyerap tenaga kerja bahkan dapat dijadikan usaha sampingan oleh masyarakat yang ingin mendapat tambahan pemasukan, sampai saat ini ojek online memiliki untuk diwilayah DKI Jakarta mencapai 1 juta pengemudi.

Keberadaan ojek online tidak dapat dipungkiri menjadi bagian dari sebuah solusi untuk mengurangi pengangguran, dan membantu masyarakat yang ingin sampai ditujuan tanpa harus menikmati kemacetan. 

Keberadaan ojek online sampai saat ini masihlah sama dengan kebijakan pemerintah zaman dahulu pada saat ojek mulai ada, karena ojek bukalah bagian dari angkutan transportasi umum sesuai amanah UU Nomor 22 tahun 2009.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline