DKI Jakarta sebagai Ibukota negara dan pusat bisnis memiliki multidimensi persoalan, dimana persoalan tersebut mengandung masalah sosial. Masalah sosial di ibukota timbul karena jumlah pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun, lapangan kerja yang ada sedikit. Belum lagi peningkatan jumlah kendaraan yang tidak berimbang dengan ruas jalan menimbulkan permasalahan kemacetan, infrastruktur penunjang seperti transportasi massal belum dapat mengatasi kemacetan yang ada dan akibat dari kesemuanya masyarakat ibukota cenderung stress sehingga menganggu untuk berproduktifitas.
Masalah sosial yang ada dapat diatasi dengan rekayasa sosial (social engineering) seperti melalui aksi sosial, kebijakan sosial, atau perencanaan sosial. Karena penyebab dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyakut banyak orang (Suharto, 2007, hal 72).
Kondisi Jakarta
Pertumbuhan jumlah penduduk di DKI jakarta setiap tahunnya mengalami peningkatan, saat ini jumlah penduduk Jakarta sekitar 9,6 juta jiwa belum ditambah dengan penduduk yang masuk ke jakarta setiap harinya untuk beraktivitas sekitar 3 juta jiwa. Mereka yang masuk ke Jakarta tidak semuanya menggunakan transportasi massal, banyak juga yang membawa kendaraan pribadinya
Jumlah kendaraan di Jakarta untuk roda 4 sebanyak 2.541.351 kendaraam dan roda 2 sebanyak 9.862.451 kendaraan. Artinya ¼ penduduk jakarta memiliki kendaraan roda 4 dan seluruh penduduk jakarta memiliki kendaraan roda 2. Ini belum ditambah dengan penduduk yang tinggal di pinggiran ibukota yang beraktivitas di jakarta.
Hampir seluruh kendaraan yang beroperasi di Jakarta menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. 2013 untuk DKI Jakarta konsumsi BBM bersubsidi 3 juta KL terdiri dari premium 2,2 juta KL dan solar 800.000 KL, sedangkan penggunaan pertamax 81.946,15 KL artinya hanya 3,6% yang menggunakan pertamax selebihnya tetap menggunakan bbm subsidi.
Perlukah Subsidi di Cabut
Pada APBN-P 2012 realisasi subsidi BBM Rp 211,8 triliun meningkat sebesar 154,2 persen melebihi pagu Rp 137,3 triliun. Sedangkan pada APBN-P 2013 realisasi subsidi sebesar Rp 210 triliun meningkat sebesar 105 persen dari pagu APBN 2013 sebesar Rp 199,85 triliun.
Telah ditetapkan dalam APBN tahun 2014 subsidi bbm sebesar 210,7 triliun, meningkat sebesar 5,4% dari tahun 2013 sebesar 199,85 triliun. Jika pada tahun 2014 ini realisasi subsisi bbm meningkat 105 persen, maka subsidi bbm sebesar 221,2 triliun. Jika subsidi terus meningkat akibatnya anggaran negara akan habis hanya untuk mensubsidi bbm yang sasarannya tidak tepat.
Jika diversifikasi bbm ke gas berjalan, dengan 20% jumlah kendaraan di jakarta beralih menggunakan gas maka dapat menurunkan subsidi 4,7 triliun rupiah per tahun. Namun, jika diversifikasi tidak dapat maksimal berjalan maka pencabutan subsidi bbm merupakan langkah akhir.
Wewenang PEMDA DKI Jakarta
Pemerintah daerah DKI Jakarta berniat untuk cabut subsidi bbm di wilayah DKI Jakarta dan ini merupakan langkah baik, dengan harapan dicabutnya subsidi bbm dapat mengurai masalah kemacetan dan sistem transportasi massal berjalan dengan baik.
Menurut Bridgman dan Davis (2004, hal 69) dalam suharto (2007, hal 53) menyatakan jika tujuan – tujuan kebijakan merupakan sebuah pencapaian hasil (ends) dari proses kebijakan, maka instrumen kebijakan adalah alat – alat atau sarana (means) yang digunakan untuk mencapai tujuan – tujuan kebijakan. Program, sumberdaya manusia, anggaran, organisasi, kampanye, lobby, dan peraturan – peraturan adalah beberapa bentuk instrumen kebijakan.
Intrumen kebijakan pemerintah daerah ada didalam PP No.70 tahun 2009 pasal 5 dan 6 “pemerintah daerah berhak mengatur kebutuhan energi daerahnya”. Namun didalam pelaksanaannya pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan BPH Migas selaku yang menguotakan bbm se-Indonesia dengan mengajukan surat permohonan kepada BPH Migas.
Hal ini membutuhkan proses yang tidak sebentar, karena proses perumusan kebijakan yang efektif harus memperhatikan keselarasan antara usulan kebijakan dengan agenda dan strategi besar (grand design) pemerintah (Suharto, 2007, hal 5).
Tantangan dan Solusi
Mencabut subsidi bbm bukan hal yang mudah, karena harus merevisi regulasi yang ada diantaranya UU No 30 tahun 2007 tentang energi dan UU No 22 tahun 2002 tentang migas, dimana regulasi tersebut menjadi patokan pemerintah dalam mengatur, menguragi atau pun menghapus subsidi bbm.
Selain dari undang – undang, regulasi yang menginduk pada UU tersebut harus direvisi seperti, Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2012, Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 tahun 2013, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 tahun 2013, dan peraturan BPH Migas nomor 4 tahun 2012. Ini merupakan perjalanan panjang yang butuh konsistensi dari semua pihak selain seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Jika pengurangan kuota subsidi bbm dapat dilakukan maka dengan cara mengosongkan kuota bbm subsidi di wilayah yang telah ditentukan seperti pemukiman elit (pondok indah, kelapa gading, kembangan, kebon jeruk dll), pusat bisnis dan perkantoran (kuningan, sudirman, gatot subroto, TB Simatupang, casablanca, daan mogot, tomang, dewi sartika, rawamangun dll).
SPBU di wilayah DKI Jakarta ada 293 SPBU, jika 100 SPBU kuota bbm bersubsidinya dikosongkan maka akan menghemat subsidi sebesar 3,05 triliun/ tahun. Jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan sebesar 5,6 tiliun dan anggaran kesehatan sebesar 3,9 triliun, potensi penghematan subsidi bbm setara dengan anggaran pendidikan dan kesehatan. Artinya anggaran subsidi bbm tersebut dapat dialokasikan untuk menambah subsidi APBD DKI bidang pendidikan. .
Apabila kebijakan pengendalian konsumsi bbm bersubsidi berhasil, maka diversifikasi dan konversi energi bisa berjalan. Namun harus ada konpensasi kongkret tidak melanggar amanah UUD 1945 amandemen ke 5 pasal 33 tentang kesejahteraan sosial, seperti gratis sekolah sampai SMA/SMK.
Daftar Pustaka
Peraturan
UUD 1945 amandemen ke 5 pasal 33
UU Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi
UU Nomor 22 tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi
Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2012, tentang harga jual eceran dan konsumen pengguna jenis bahan bakar minyak tertentu
Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 tahun 2013, tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 tahun 2013, tentang harga jual eceran jenis bahan bakar minyak tertentu untuk konsumen pengguna tertentu
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi
Peraturan BPH Migas nomor 4 tahun 2012 tentang alokasi volume bahan bakar minyak tertentu untuk masing – masing konsumen pengguna bahan bakar minyak jenis tertentu
Buku
Suharto, Edi. (2007). Kebijakan Sosial sebagai kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Media
Triyono, Heru/Budiman, Aditya (2011). DKI jakarta Nyaris Kelebihan Penduduk. Tempo
http://www.tempo.co/read/news/2011/09/10/057355493/DKI-Jakarta-Nyaris-Kelebihan-Penduduk
Diah Setiawan, Sakina Rakhma (2014). Subsidi BBM 2013 Bengkak Jadi Rp 201 Triliun. Tempo
Ratna, Heppy. (2012). 2107 SPBU pertamax siap layani kendaraan dinas. Antara News
htpp://www.antaranews.com/berita/324704/2107-spbu-pertamax-siap-layani-kendaraan-dinas
Pratomo, Harwanto Bimo. (2013). Negara hemat Rp 15 T saat BBM bersubsidi hilang dari Jakarta. Merdeka.com
http://m.merdeka.com/uang/jika-dikabulkan-puluhan-juta-kiloliter-bbm-hilang-dari-jakarta.html
Iqbal, Muhammad. (2013). Impor BBM Bebani Anggaran Negara. Republika
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/04/25/mlsud2-impor-bbm-bebani-anggaran-negara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H