Lihat ke Halaman Asli

Hendry Gaol

Menulis yang terlintas

Food Estate Humbang Hasundutan

Diperbarui: 22 Februari 2021   16:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Silih berganti media-media menulis tentang Food Estate dataran tinggi Humbang Hasundutan. Terbaru adalah media sindonews.com yang tulisannya menyoroti kegagalan FE Humbang Hasundutan itu yang bernilai puluhan milyar yang berasal dari APBN. Kegagalan FE ini sudah tercium sejak bulan Desember ketika media lain menuliskanya seperti media berbahasa asing

Nikkei.com,  media berbahasa asing ini jauh hari sudah menyoroti kegagalan Food Estate Humbang Hasundutan dimana dalam beritanya memuat komentar Prof. Budiman Minasny  ahli tanah dari Universitas Sidney melihat kondisi dan spesifikasi tanah yang tidak cocok untuk tanaman bawang, baik bawang putih maupun bawang merah. https://asia.nikkei.com/Business/Agriculture/Indonesia-banks-on-technology-to-overcome-food-estates-poor-soil.

Komentar pedas para nitizen yang berasal dari Humbang Hasundutan baik perantau maupun yang tinggal di Humbang Hasundutan di berbagai media sosial menghiasi kegagalan FE ini. 

Saya sendiri sebenarnya sudah malas memberikan komentar. Pertama dan terutama bahwa keahlian dan background saya bukan di bidang pertanian. Tetapi sebagai putra daerah, opini tak bermutu ini terpaksa saya post kan.

Ada kealpaan yang dilakukan oleh pihak pengembang FE. Saya istilahkan dengan "pihak pengembang" yang walaupun dalam kasat matanya saya tak pernah melihat kehadiran pengembang yang konon katanya membantu masyarakat dalam mengelola FE ini. 

Digadang-gadang ada lima perusahaan super besar yang akan berpartisipasi dalam FE ini, namun saya tak melihat adanya bukti nyata keterlibatan mereka dalam proses awal proyek FE ini. Masyarakat hanya dibimbing oleh dinas terkait. Itu tok!.

Logika sederhana saya sebagai seorang karyawan swasta yang puluhan tahun bekerja dalam satu sistim kerja yang tertata apik dan rapi adalah bahwa mega proyek bernilai puluhan milyar yang mengelola ribuan hektar tanah ini haruslah dikelola secara professional dalam naungan satu manajemen perusahaan terpadu. 

Pemda atau pemerintah pusat harus berani mendirikan satu perusahaan yang independen dalam mengelola FE supaya dari titik awal hingga panen bisa terkoordinasi dan tertata dengan baik. Perusahaan pengelola ini harus dilengkapi departemen penelitian dan pengembangan, departemen kualitas dan enjinering.

Nyatanya adalah FE sebesar ini belum pernah sakali pun merilis hasil analisa, penelitian, jurnal atau apapun namanya yang berhubungan dengan kondisi tanah, bibit, metode penanaman dan lain-lain. Contoh sederhana, kita tidak akan menemukan satu hasil penelitian berapa pH tanah, pH air, kepadatan tanah, jenis tanah, kondisi iklim dll di sekitar FE ini. 

Departemen enjinering membuat sistem pengairan, kelengkapan alat pertanian dan lain-lain. Tak ada fakta emperis padahal ini mega proyek. Bahkan, dunia pendidikan semisal universitas dan lembaga yang berkaitan dengan pertanian super megah tidak pernah merilis satu journal pun yang berkaitan dengan FE. Hemat saya, sepantasnya lembaga-lembaga pertanian, ahli-hali ilmu tanah diikutkan dalam pengembangan FE ini.

Jika sudah gagal seperti saat ini, siapa pihak yang mengaudit proyek gagal senilai puluhan milyar ini? apa langkah selanjutnya  yang akan dilaksanakan para stake holder di FE ini? apa cukup dengan penanaman ulang dengan mengabaikan proses penelitian?.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline