Lihat ke Halaman Asli

Rokok dan Potensi Pengendaliannya

Diperbarui: 27 Desember 2017   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: cahayanabawiy.com

Fakta miris menunjukkan bahwa perokok mayoritas berasal dari negara-negara miskin. Atas berbagai faktor, para "penghisap racun" mengorbankan hidup demi kenikmatan sesaat. Melihat tren riset terkini, langkah strategis pengendalian rokok perlu berorientasi pada pola preventif pada generasi muda. Efek negatif rokok melalui paparan pasif pada generasi muda menjadi cara paling ampuh untuk mengendalikan rokok. Dalam perwujudannya, berbagai level relasi sosial berperan, mulai dari orangtua dalam level mikro; sekolah, perusahaan, dan organisasi pada level meso; hingga pemerintah pada level makro. 

Orangtua bertanggung jawab membudayakan situasi bebas rokok sembari menginternalisasi nilai-nilai agama secara praktis. Level meso memberi penguatan melalui kampanye bergaya kekinian. Kesukarelaan akan timbul dari kedua level ini ketika ada regulasi pemerintah yang tepat sasaran, tanpa kompromi, dan adaptif dengan zaman. Integrasi ketiga level perlu diimbangi dengan strategi pasar seperti reward-and-punishmentterhadap eksternalitas kegiatan merokok. Pengendalian rokok sejatinya memerlukan pendekatan inklusif berupa integrasi antarinstrumen terkait. Setiap aktor perlu memainkan perannya tanpa dilandasi kepentingan sektoral.

Internalisasi Kesukarelaan pada Generasi Muda

Sebagaimana dampak negatif rokok telah menyerang generasi muda, demikian pula fakta ini dapat menjadi bahan pengajaran bagi mereka. Serangan terhadap generasi muda terlihat dari tren peningkatan jumlah perokok, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Jumlah perokok meningkat sampai titik maksimal di masa peralihan generasi muda (anak-anak hingga remaja) ke generasi dewasa. Artinya, ada internalisasi yang tidak efektif atau bahkan tidak berjalan sama sekali pada generasi muda. Internalisasi ini tentu berada pada berbagai level, mulai dari mikro, meso, hingga makro. Di antara ketiganya, level mikro memiliki peran besar, dalam hal ini keluarga, sebagai tempat tumbuh pertama kali generasi muda.

Keluarga adalah tempat internalisasi kedua ekstrim perspektif, menolak rokok atau menerima rokok. Perspektif kedua bersifat meniadakan perspektif pertama. Dengan kata lain, ketika perspektif yang ingin diinternalisasi adalah menolak rokok, berarti keluarga, melalui peran orangtua, perlu secara konsisten menerapkan upaya-upaya menolak rokok. Upaya ini juga perlu diterapkan secara paralel, intens, dan strategis pada level meso (melalui organisasi seperti sekolah) dan level makro (melalui pemerintah). 

Sebagai tempat tinggal sekaligus area dengan potensi tingkat paparan SHS yang signifikan pada anak-anak dan remaja, rumah perlu didesain untuk mendukung suasana tanpa rokok. Sebagai contoh, rumah dapat dilengkapi dengan rambu-rambu untuk tidak merokok, tidak dilengkapi dengan asbak, dan menciptakan ruang khusus perokok di luar rumah. Aturan-aturan tidak tertulis juga dapat dirancang seperti melarang pengunjung untuk merokok dalam ruangan. 

Selain itu, perlu ada kesukarelaan dari orangtua untuk berhenti sebagian atau bahkan berhenti total dari kegiatan merokok. Kesukarelaan ini perlu dilandasi perasaan cinta kasih demi kebaikan anak-anaknya. Di beberapa negara, seperti Spanyol dan Italia, internalisasi cukup sukses, bahkan telah merambat pada upaya pelarangan rokok di kendaraan.

Strategi internalisasi tersebut dapat disertai dengan penanaman nilai-nilai keagamaan. Agama kerap dipandang sebagai aturan tanpa makna. Untuk itu, orangtua berperan penting dalam memberi penjelasan logis dari setiap aturan yang dipercaya sebagai bagian dari keberhasilan internalisasi. Pada dasarnya, ajaran agama menolak kegiatan merokok demi kebaikan umatnya.

Perubahan Paradigma melalui Kampanye Kekinian

Kampanye berupa poster dan video bergaya kekinian sangat efektif diterapkan pada generasi muda. Sebagai contoh, sebuah video menarik menggambarkan fenomena perokok dalam media sosial, yang notabene erat dengan anak muda. Dalam video tersebut, terlihat bahwa para perempuan yang sedang memainkan aplikasi pencarian jodoh, semacam Tinder, ternyata menolak para pria yang berfoto dengan rokoknya. Pesan yang ingin disampaikan sangat sederhana, namun sentuhan media sosial kekinian berhasil memberi kesan tersendiri yang membekas dalam benak generasi muda. 

Apabila secara konsisten diinternalisasi, keterkaitan sosial ini bukan tidak mungkin mengubah paradigma para perokok muda ini. Merokok dianggap sesuatu yang tidak keren dan dijauhi para perempuan. Perubahan ini bukan tidak mungkin lantaran sesungguhnya dari lubuh hati terdalamnya, mereka pasti sudah tahu dan sadar bahwa kegiatan merokok tidak baik, setidaknya untuk kesehatannya sendiri. Mereka hanya perlu "diingatkan" kembali melalui kampanye-kampanye yang menyentuh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline