Lihat ke Halaman Asli

Menyikapi "Cina" Secara Proporsional

Diperbarui: 8 Maret 2017   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kata “Cina” telah menjadi kata yang membuat obrolan singkat antar teman di sebuah grup WhatsApp (WA) sempat terasa tidak enak. Itu karena diawali oleh sebuah kisah yang berintikan perlunya mewaspadai Cina. Kisah itu telah diringkas seperti berikut ini yang aslinya merupakan obrolan antara seorang warga Turkistan Timur (atau Turkistan Cina) dengan seorang mahasiswa WNI. Kejadiannya di Arab Saudi:

Dulu Mereka Tukang Sapu, Sekarang Kami yang Mereka Sapu: Pelajaran Untuk Indonesia

…sekitar 60 tahun yang lalu, mereka orang-orang Cina datang baik-baik ke negara kami, bekerja, melancong, dll. Dengan berjalannya waktu, pemerintahan kami lalai dan menganggap keberadaan mereka biasa saja. Padahal pergerakan mereka masif, diam tapi pasti, targetnya panjang. Lalu jumlah mereka semakin banyak, banyak yang sudah mengambil warga negara Turkistan.

Pemerintahan kami tetap tidak sadar. Dan akhirnya mereka (Cina) melakukan kudeta. Presiden kami mereka bunuh. Pemerintahan jatuh ke tangan mereka. Pada saat kudeta itu, ratusan ribu pribumi pindah ke bermacam negara lain. Karena kekejaman kekuasaan Cina. Dulu MEREKA HANYALAH TUKANG SAPU, SEKARANG KAMI YANG MEREKA SAPU.

Disana semuanya serba ketat akhi. Kenapa ana sudah 9 tahun tidak balik ke Turkistan?! Karena mereka melarang siapapun pergi belajar ke negara Islam. Ketika pembuatan pasport mereka mensyaratkan tidak boleh pergi ke Negara Islam, seperti Saudi dan Turki. Akhirnya ana bilang bahwa ana mau kuliah ke Jepang, dari Jepang ana ke Saudi. Mereka berikan izin.

Nah, jika kembali ke Turkistan, lalu mereka lihat di passport tertulis negara Islam. Ana akan dipenjara kurang lebih 10 tahun. Dan di Turkistan sekarang ini, setiap hari orang-orang Cina berdatangan ke Turkistan, ribuan orang. Mereka diberikan tempat tinggal, diberi pekerjaan dan fasilitas. Sedangkan orang orang pribumi, dikekang bahkan diusir.

Sholat dilarang, azan dilarang. Jilbab kalau warna hitam akan dirobek ditempat. Jenggot dilarang. Setiap beberapa meter ada pemeriksaan. Handphone diperiksa, jika ada tulisan Allah atau ayat Quran maka bisa ditangkap dan dipenjara.

Tidak boleh mengucapkan kata jihad. Kalau bertamu harus melapor dulu. Kalau tidak melapor tuan rumah bisa dipenjara 10 tahun. Beli pisau agak besar dilarang.

Wah… akhi!(brother) Jangan sampai kalian tertidur atau lalai sedikitpun. Jangan sampai pemerintah kalian menganggap enteng hal ini. Keberadaan mereka merusak sekali. Mereka seperti tak punya keprimanusiaan. Egois."

Sharing oleh A di Grup WA itu, ditutup dengan kalimat ajakan ini:

Tolong di share ya ...supaya yg lain yg masih bela-bela nonmuslin untuk jadi pemimpin biar pada sadar ini kisah nyata bukan hoax....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline