Minggu siang biasanya penulis habiskan waktu untuk jalan keluar atau ngulik komputer. Tapi kali ini sepertinya ada yang lebih membuat penasaran tingkat tinggi yaitu nonton film pendek yang berjudul "Tilik".
Film pendek Tilik karya sineas Wahyu Agung Prasetyo melahirkan tokoh ikonis Bu Tejo yang diperankan aktris Siti Fauziah. Saking ikonis, wajah Bu Tejo menghiasi meme kreasi warganet hingga instansi pemerintah.
Hingga tulisan ini disusun, film Tilik yang dipublikasikan kanal YouTube Ravacana Films sejak 17 Agustus 2020 ditonton hampir 8 juta kali. Bu Tejo masih santer dibahas. Sosok yang menjadi karakter ikonik dari film ini. Kenapa Bu Tejo?
Penulis mengambil sudut pandang sebagai seorang GPR (Government Public Relations) atau Humas Pemerintah. Ada beberapa hal yang menarik jika "menilik" film yang diproduksi bersama Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, tapi untuk kali ini hanya karakter bu Tejo saja yang akan dibahas. Apa saja? Penulis mencoba mengambil 5 hal, yaitu:
1. Karakter Bu Tejo memiliki kemampuan membangun opini berdasarkan apa yang diterima panca indra nya. Ini adalah amazing, karena itu merupakan salah satu kemampuan GPR dalam menciptakan opini publik namun berbasis data serta sesuai dengan program kerja instansi tempat GPR tersebut berada.
2. Karakter Bu Tejo memiliki kemempuan mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan tanpa mengurangi atau menambah, meskipun hal tersebut diluar kemampuannya apakah itu benar atau salah. Nah.. GPR harus punya kemampuan ini, salah satu nilai dan kredibilitas seorang GPR adalah kemampuannya dalam collecting data. Tentu saja tetap mengutamakan validitas data dan bukan data yang berupa asumsi.
3. Karakter Bu Tejo juga mengedepankan teknologi Internet dalam memperoleh informasi. Kalau untuk zaman milenial saat ini,itu adalah hal yang biasa, namun seorang GPR tetap harus mengecek /tabayun dengan konten isinya.
4. Karakter Bu Tejo memiliki insting hebat dalam menganalisa suatu peristiwa dan menyimpulkan berdasarkan logika sederhana seperti saat membahas karakter Dian yang baru bekerja tapi sudah bisa membeli barang-barang bermerek dan mahal sehingga menimbulkan tanda tanya darimana uang untuk membelinya. Untuk seorang GPR, kemampuan ini menjadi tambahan alias bakat plus yang dapat menunjang kemampuannya di dunia kehumasan dan Penulis menyatakan perlu banyak belajar dari Bu Tejo.
5. Yang terakhir.. Salah satu statement yang paling viral dalam karakter Bu Tejo adalah menjadi orang itu harus "solutip". Inilah yang menjadi karakter pamungkas dalam dunia kehumasan karena tidak semua hal sesuai dengan rencana, kadangkala melenceng dan seringkali disikapi dengan kepanikan. Karakter GPR yang "solutip" dapat membawa jalan keluar saat hal buruk terjadi dalam proses kegiatan kehumasan dan tidak terjerumus menjadi lebih hancur berantakan.
Nah..demikian unboxing dari karakter Bu Tejo dari sudut pandang GPR newbie dan amatiran. Sebelum ditutup, buat yang sudah nonton filmnya mari sejenak kita cermati adegan terakhir saat karakter Dian menyampaikan keluh kesahnya kepada seorang laki-laki paruh baya yang menurut Penulis menjadi "twist" dari seluruh adegan dalam film pendek tersebut.
Apakah adegan itu merupakan konklusi dari seluruh cerita atau sekedar kepiawaian sutradara untuk secara diam-diam menunjukkan kehebatan seorang Bu Tejo dalam analisa yang selama ini digembar-gemborkan kepada kaum emak-emak di truk yang menghantarkan mereka menilik (menjenguk) Ibu Lurah?