Aku berjuang melorot gebar
dan menebar jala di tengah dinginnya laut pagi
menghempas ombak menantang maut
Aku berjuang kuat
Sebelum mentari terbit
Ketika embun di pagi buta masih terasa melilit raga
dengan dinginnya yang tiada tara
Aku sudah menghadang ombak yang tiada tentu
Ketika surya terbit di atas ubun-ubun kepala
Membakar badan cokelat gelap dan rambut kuning kusam
yang masih belum terbasuh perigi setetespun
Aku masih berdiri tegap bersama sampan
Memegang campang tua yang sesekali dikayuh
Menatap laut dengan penuh arti
Ketika bumi diterpa gelap gulita
lantaran ditinggal surya yang menemaniku sepanjang hari
Aku masih saja bermimpi untuk hari esok:
laut yang menari indah
tarian ikan yang seperti air mendidih di tungku dapur
dan menjaring sebak ikan
untuk hidup
Pantai Wailolon, 29 Juli 2019
*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Nusa Cendana. Pada saat liburan berprofesi sebagai Nelayan di Pulau Adonara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H