Lihat ke Halaman Asli

Dekrit untuk Presiden Terpilih 9 Juli 2014

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

9 TUNTUTAN RAKYAT KALIMANTAN BARAT

“Selamatkan ekosistem Kalimantan untuk Keselamatan & Keberlanjutan Kehidupan Rakyat”

SEMBILAN Juli 2014 mendatang, segenap warga di Nusantara akan memiilih Presiden dan Wakil Presiden. Agenda limatahunan ini kembali menyita perhatian publik. Visi maupun misi dari dua pasang telah dan terus dibeberkan kepada masyarakat luas melalui berbagai kesempatan. Singkatnya, negeri kita saat ini sedang mencari dan menanti pemimpin baru untuk lima tahun ke depan.

Di tengah euforia jelang Pemilu 9 Juli, pada  kesempatan bersamaan perhelatan akbar Piala Dunia yang sedang berlangsung di Brasil hadir seakan menjadi “penawar” ketika potensi “ketegangan” dan “saling serang” antar dua kubu pendukung Capres/Cawapres memukau publik. Kampanye santun hingga dengan bentuk maupaun caranya yang “memuakkan” mengharapkan kesadaran penuh masyarakat luas agar tidak gampang terprovokasi maupun menelan mentah bentuk informasi dan janji-janji kampanye yang disampaikan. Demikian pula tayangan stasiun televisi penting dilihat dan respon lebih bijak. Pada situasi ini, rakyat tentu penting dididik agar tidak gampang tersulut emosi apalagi sampai melakukan tindakan anarkis – beringas, agar kedamaian dapat diraih. Disinilah pentingnya, peran dan panutan kandidat, kaum elitis bersama para pendukung menghadirkan sikap damai & sportif dengan mengedepankan etika politik santun yang bermartabat. Demikian pula negara melalui sejumlah institusinya, juga pihak penyelenggara Pemilu, diharapkan dapat menempatkan diri sebagai penjaga aturan main demokrasi terpercaya dalam memastikan penyelenggaraan pemilihan Presiden & Wakil Presiden berjalan baik dan berkualitas.

Lebih penting dari hiruk pikuk yang ada, maka meletakkan kepentingan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup sebagai pusat perhatian serius dari capaian akhir dari proses Pemilu Presiden & Wakil Presiden 9 Juli adalah sebuah keharusan. Pentingnya hal ini menjadi perhatian serius karena hakikat proses demokrarsi yang sedang berlangsung khususnya melalui Pemilu Presiden dan Wakil Presiden bermuara pada kepentingan rakyat. Untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat!!! Disinilah selanjutnya keselamatan manusia dan lingkungannya harus ditempatkan pada posisi yang semestinya. Rumusan “peduli lingkungan hidup” yang tercantum dalam visi maupun misi Capres/Cawapres tentu tidak cukup bila hanya dalam sebuah wacana.

Kasus kriminalisasi dua warga Batu Daya di Kecamatan Simpang Dua, Kalimantan Barat yakni Yohanes Singkul dan Anyun yang ditangkap paksa dengan cara kekerasan hingga ancaman pada 5 Mei 2014 lalu akibat hadirnya perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Swadaya Mukti Prakarsa (PT. First Resources Group) masih menyisakan persoalan. Sejak di bui 6 Mei 2014 di Rutan Mapolda Kalbar, maka per 11 Juni 2014 keduanya dipindahkan di Rutan Pontianak dan baru menjalani proses siding pada 2 Juli 2014 pagi.

Selanjutnya para petani desa Tegaldowo, Kabupaten Rembang, Jateng yang menolak penambangan Karst dan pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia juga mendapatkan kekerasan, penangkapan dan intimidasi dari aparat keamanan. Empat orang petani ditangkap serta ibu-ibu petani yang memblokade pabrik semen terluka akibat kekerasan dari aparat keamanan. Upaya penolakan warga desa yang mayoritas adalah petani guna mempertahankan tempat menggantungkan hidupnya dari tanah dan air di pegunungan Kendeng selama ini tidak pernah diperhatikan. Sebelumnya, kekerasan oleh aparat juga dialami kaum tani yang tergabung dalam Serikat Petani Karawang (SEPETAK) di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Tanggal 24 Juni 2014, ratusan petani dari tiga desa kecamatan Teluk Jambe Barat (Kerawang) mendapat tindak kekerasan dari ribuan polisi ketika mereka mempertahankan 350 hektare lahannya dari aksi eksekusi Pengadilan yang memenangkan PT. Sumber Air Mas Pratama – anak perusahaan PT. Agung Podomoro dalam sengketa tanah dengan ratusan petani pemilik lahan tersebut.

Peristiwa ketidakadilan terhadap tatakelola sumberdaya alam yang menyebabkan lahirnya konflik agraria dimana rakyat pemilik maupun berada di sekitar wilayah kelola selanjutnya menjadi korban tentu bukan hal baru. Kondisi ini menjelaskan terjadi kesenjangan baik antara negara dan modal dengan rakyat sehingga pada satu sisi perlu dilakukan penataan ulang.

WALHI Kalbar mencatat sedikitnya 465 kasus dan kejadian terkait persoalan lingkungan hidup di Kalimantan Barat dalam rentang waktu tahun 2008, 2011 hingga Juni 2013. Di Indonesia berdasarkan catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), selama 2013 terdapat 369 kasus agraria yang melibatkan 1.281.660.09 hektar (Ha) lahan dan 139.874 Kepala Keluarga (KK). Konflik tersebut berasal dari berbagai yakni perkebunan sebanyak 180 konflik (48,78%), pembangunan infrastruktur 105 konflik (28,46%), pertambangan 38 konflik (10,3%), kehutanan 31 konflik (8,4%), pesisir/kelautan 9 konflik (2,44%) dan lain-lain 6 konflik (1,63%). Sedangkan catatan HuMa di tahun 2013 terjadi 278 konflik sumber daya alam dan agraria yang berlangsung di 98 kota/kabupaten pada 23 provinsi Indonesia dengan luas area konflik mencapai 2. 416.035 hektar, termasuk di Kalimantan Barat. Adapun pelaku dominan dalam konflik tersebut meliputi; Taman Nasional/Kementrian Kehutanan, Perhutani, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), Perusahaan atau Korporasi, Perusahaan Daerah, dan Instansi lain (TNI). Seringnya tindak kekerasan menempatkan entitas negara sebagai pelanggaran HAM terbesar dengan frekuensi keterlibatan 54%, kemudian institusi bisnis sebanyak 36% dan individual berpengaruh sebanyak 10%.

Selanjutnya berdasarkan tinjauan Lingkungan Hidup tahun 2014, WALHI mencatat bencana ekologis pada tahun 2013 mengalami lonjakan yang sangat tajam. Jika pada tahun 2012 banjir dan longsor hanya terjadi 475 kali dengan korban jiwa 125 orang, pada 2013 secara kumulatif menjadi 1.392 kali atau setara 293 persen. Bencana tersebut telah melanda 6.727 desa/keluarah yang tersebar 2.787 kecamatan, 419 kabupaten/kota dan 34 propinsi dan menimbulkan korban jiwa sebesar 565 orang. Di Kalimantan Barat, banjir terparah dari sisi dampaknya menyebabkan tiga korban jiwa terjadi pada awal Desember 2013 di kecamatan Menjalin, Kalimantan Barat.

Masih berdasarkan catatan WALHI, sepanjang tahun 2013, korporasi menempati angka tertinggi sebagai aktor/pelaku perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, dengan prosentase 82,5%. Selama kurun waktu 2013 ini, sedikitnya ada 52 perusahaan yang menjadi pelaku berbagai konflik lingkungan, sumber daya alam dan agraria. Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri ekstrakif seperti tambang dan perkebunan sawit skala besar merupakan predator puncak ekologis. Kekerasan dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan dan agraria mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2012, ada 147 peristiwa kekerasan dan kriminalisasi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam, maka tahun 2013 angka ini naik menjadi 227 kasus konflik lingkungan dan SDA.

Harus diakui bahwa bahwa salah satu persoalan pokok lingkungan hidup juga belum secara sistematis disentuh, yakni terjadinya ketimpangan penguasaan sumber daya alam akibat salah urus yang terjadi. Ketidakadilan peruntukan ruang hingga perampasan sumber-sumber kehidupan rakyat yang melahirkan pelanggaran hak asasi selalu saja hadir. Tindak kekerasan hingga kriminalisasi terhadap rakyat mewarnai sejumlah kasus yang menempatkan rakyat berhadap-hadapan dengan aparat. Negara abai dan masih belum mampu menunjukkan peran terbaik dalam memberi kesejahteraan, sementara pemenuhan infrastruktur juga masih menjadi persoalan rakyat diberbagai wilayah, termasuk di Kalimantan Barat.

Sejumlah kasus berikut angka ekskalasi bencana dan konflik yang terjadi bukan hanya mampu melukai rasa keadilan, tetapi juga merobek rasa kemanusiaan yang memiriskan. Pengabaian hak warga oleh pihak perusahaan yang disertai tindak penangkapan paksa disertai cara kekerasan dan ancaman yang dilakukan aparat kepolisian bukanlah cara yang beradab. Karena itu, sudah seharusnya mendapat perhatian semua pihak, terutama Presiden dan wakil Presiden mendatang.

Kaum tani dan komunitas Masyarakat Adat dalam wilayah kelolanya rentan menjadi korban ketidakadilan yang menyebabkan ekosistem sekitar turut rusak akibat kebijkan eksploitatif yang dalam prakteknya mengabaikan hak-hak masyarakat sekitar serta daya dukung lingkungannya. Dalam kondisi seperti ini, negara penting hadir manakala warganya mengalami persoalan ketidakadilan dan pelanggaran hak dengan menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi warganya.

Berangkat dari uraian di atas, maka pemimpin negeri ini penting memperhatikan aspek keselamatan rakyat dan lingkungan hidup dalam tata kelola sumber daya kehidupan untuk keberlanjutan. Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat MENUNTUT Presiden terpilih 2014 agar;

1.Negara sungguh-sungguh menjamin penghormatan, perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi warga negara Indonesia.

2.Tidak menempatkan aparat sebagai alat kepentingan pemodal yang melakukan tindakan represif kepada rakyat untuk mempertahankan hak hidupnya.

3.Lebih mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan korporasi atas dasar keadilan dan kemanusiaan dengan memastikan penataan ulang relasi negara, modal & Rakyat.

4.Menyediakan ruang hidup yang seluas-luasnya kepada rakyat Indonesia serta memelihara keberlanjutan Lingkungan Hidup.

5.Mengesahkan RUU Pengakuan & Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat

6.Menyelesaikan konflik Agraria & Lingkungan Hidup secara tuntas dengan mengedepankan rasa keadilan dan kemanusiaan.

7.Memulihkan kerusakan ekologis sebagai akibat kebijakan industri ekstraktif berbasis hutan dan lahan yang eksploitatif.

8.Menghentikan usaha kehutanan, pertambangan dan perkebunan yang merusak, mengabaikan daya dukung lingkungan dan tidak membela kepentingan rakyat.

9.Mewujudkan pemenuhan dan perbaikan infrastruktur yang memihak kepentingan rakyat Indonesia dan lingkungan hidup secara berkeadilan khususnya di Kalimantan Barat.

Pontianak, 5 Juli 2014

KOALISI MASYARAKAT SIPIL KALIMANTAN BARAT

WALHI Kalimantan Barat (Institut Dayakologi, PPSHK, PPSDAK, LBBT, Riak Bumi, Elpagar, Yayasan Pancur Kasih, Gemawan, Cassia Lestari, Komite HAM, Lembah, Thomas),  WWF Kalimantan Barat, Sampan Kalimantan, Sarang Semut, Lingkar Borneo, Perkumpulan Pancur Kasih, Kontak Rakyat Borneo,  Lembaga Pedal, Institut Indonesia Moeda, Environment Law Clinic (ELC), LPS-AIR,  Pontianak Institut, Titian, Earth Hour, CU FPPK, Majalah Kalimantan Review, PMKRI Pontianak,Himpunan Mahasiswa Pemuda dan Pelajar Dayak Kepatang,Perkumpulan Pena, Living Lanscapes Indonesia (LLI),JARI Borneo,Pervasi,GEMPA FISIP UNTAN, YSDK, Dian Tama, HIMABIO FMIPA UNTAN, PENTIS PK, AGRA Kalimantan Barat.

CP. Hendrikus Adam/Koordinator aksi (85245251907), Ahmad Asmungin/Humas aksi (085245547486)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline