Lihat ke Halaman Asli

Ketika Tuhan Di-agama-kan

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pertama kali saya mengenal Tuhan adalah ketika hari minggu pertama saya saat bisa berjalan sendiri tanpa digendong ayah atau ibu. Seperti hari minggu yang lain, tapi kali ini tanpa ayah dan ibu yang pergi sendiri, saya bergerombol bersama kawan-kawan sambil celoteh tentang mainan mobil-mobilan baru, berjalan menuju gereja kecil di ujung kampung. Saya senang sekali ke gereja kala itu karena kami akan mendapat berkat dari sang pastur tua yang selalu tersenyum ramah pada kami yang masih bocah. Lalu dalam setiap khutbahnya dia bilang: "Tuhan itu sahabat kita, sahabat anak-anak." Aku tersenyum, seolah bertemu kawan baru yang baik hati.

Pada usia semakin dewasa, saya menemukan banyak jawaban tentang Tuhan, makhluk yang tidak bisa saya lihat dengan mata saya, cuma dengan iman saya. Saya belajar tentang sesuatu: Tuhan tidak pernah menciptkan agama, dia hanya menunjukan kebenaran hidup melalui para nabi-Nya. Saya binging, lalu untuk apa saya ke geraja? Untuk apa di KTP saya ditulis beragama Katolik? Untuk apa ada perang antar agama kalau yang disembah sama: Tuhan Yang Maha Esa?

Rasa-rasanya kehidupan ini penuh dengan diskrimnasi, pembedaan, pengkotak-kotakan atas nama agama dengan membawa-bawa nama Tuhan. Iman seseorang dengan mudah dijudge hanya karena dia tidak ke rumah ibadat. Seseorang akan dikatakan kafir bila dia tidak mengikuti kebaktian. Macam alasan dilontarkan dengan upaya membenarkan agama, bukan tentang kehadiran Tuhan. Kebudayaan manusia, secara tidak sadar, dijatuhakan dalam peradaban yang paling rendah ketika kepercayaan pada Tuhan dijabarkan dalam ide Agama. Semenjak itu perpecahan di kalangan manusia sering terjadi. Pembantaian dari zaman perang tradisional hingga perang modern. Semunya itu menimbulkan sebuah pertanyaan di benak saya: Apa sebenarnya agama itu?, Tuhan atau sekedar ide untuk mengikuti Tuhan? Atau jangan-jangan hanya komoditi kaum tertentu untuk menghancurkan bangsa manusia dengan ide-ide teologisnya?

Mengenal Tuhan bukanlah perkara mengikuti sebuah aliran kepercayaan. Mengenal Tuhan adalah upaya menemukan diri sebagai manusia yang utuh. Agama pada intinya hanyalah alat, properti untuk mendukung usaha mengenal sosok Tuhan. Agama pada dasarnya hanyalah komoditi budaya, buah dari peradaban manusia berpikir yang menjabarkan sebuah model kehidupan teologis kedalam sebuah wadah terstruktur yang disebut agama. Aliran kepercayaan yang disebut agama ini, selanjutnya menjadi tempat umat manusia menemukan dirinya secara lebih terarah dan tertata seturut ajaran Tuhan dan bukan ajaran agama. Harus diingat bahwa, sebelum adanya agama sekarang ini, dengan bermacam konsep teologisnya, umat manusia sudah mengenal sosok kekal Tuhan dalam rupa kepercayaan animisme yang adalah kepercayaan tertua di muka bumi ini. Manusia sudah mengajarkan soal cinta kasih dan kebajikan sebelum Nabi-Nabi Tuhan melanglangbuana mengajarkan tentang semua itu dengan konsep Tuhan mereka. Artinya, Tuhan pada dasarnya adalah pengalaman diri manusia secara sadar dan terukur semenjak dia bernafas. Sedangkan agama hanyalah ide yang lahir dari kebudayaan manusia guna mengatur dan mengarahkan manusia dengan cara yang lebih beradap ke arah Tuhan. Dengan demikian agama tidak bisa menjadikan konsep keberadaan Tuhan sebagai kambing hitam dalam pembenaran sebuah ajaran. Apabila itu terjadi maka yang muncul adalah fanatisme yang brutal dan tidak manusiawi.

Di negara seperti Indonesia, dengan multi-agama-nya, sering menjadi sarang perpecahan akibat fanatisme agama. Hal ini pada dasarnya disebabkan karena Tuhan yang di-agama-kan. Ketika Tuhan seharusnya diletakan sebagai tujuan dari akhir hidup manusia secara religius, ada sekelompok orang dengan konsep teologisnya mempengaruhi dan mangajarkan bahwa konsep agama adalah ide Tuhan. Ini adalah sebuah upaya pembodohan secara sistemik yang sering dilakukan malah oleh kaum religius yang diharapkan memberi pencerahan kepada umat manusia. Pemikiran yang seperti ini, menjadikan agama sebagai alat perang paling ampuh guna mencapai tujuan tertentu. Sebab itu pemahaman yang paling mendasar dari keberadaan agama dan Tuhan adalah pemisahan yang jelas. Agama harus ditempatkan sebagai wadah atau komunitas umat beriman, sedangkan Tuhan harus ditempatkan sebagai tujuan akhir dari sebuah pencarian jati diri manusia, akhir dari kehidupan, dan bukan akhir dari sebuah aliran kepercayaan.

Akhirnya, saya mengenal Tuhan bukan karena saya ke gereja setiap hari minggu. Saya mengenal Tuhan sebagai cita-cita dari hidup saya. Bagi saya agama hanyalah alat dari sekian banyak alat untuk mengenal Tuhan. Agama hanyalah komunitas, dan komunitas bukanlah penentu segalanya dalam hidup saya sebagai manusia termasuk bagaimana saya mengimani Tuhan dan mengejawantahkan ajaran-Nya ke dalam hidup saya. Tuhan itu hidup saya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline