Lihat ke Halaman Asli

Guruku

Diperbarui: 2 Mei 2018   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dia perempuan, cantik, datang dari Jawa. Yang tidak bisa saya lupakan  bukan karena cara mengajarnya, melainkan paras dan kelembutannya. Hahaha  ... Saking sukanya sama dia, saya ingat pernah sengaja membuntutinya  pulang sehabis ngajar. Tentu saja tidak sendiri, karena rupanya ada  beberapa teman pria sekelas yang juga sama. Jadilah kita ramai-ramai,  mengendap-endap, diam-diam mengikuti dia. Yah, namanya juga rencana  bocah ingusan, ketahuan juga. Akhirnya kita malah diajak jalan  bareng-bareng, diundang ke rumahnya... dan di situlah kisah ini berakhir  karena dia rupanya sudah punya suami. Setelah kejadian itu, layaknya  angin berhembus, lenyap juga rasa sukanya. Dan dia memang tidak lama  mengajar kami, hanya setahun. Tapi ingatan ini membekas sampai  sekarang...

* * *

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.  Tanpa tanda jasa karena kita tidak pernah memberikan tanda jasa, yang  selalu disimbolkan dengan penyematan medali --meskipun sebagian ada yang  memberikan kenang-kenangan dalam bentuk cincin, bingkai foto, dll---.  Tanpa tanda jasa karena mereka tidak mengharapkan banyak dari anak didik  mereka kecuali satu, anak-anak mereka menjadi pintar dan menjadi orang  yang berguna di masyarakat. Tanpa tanda jasa karena mereka adalah orang  yang paling berbahagia di balik kesuksesan anak didik mereka, dan tidak  mengharapkan imbalan.

Itu idealisme sebenarnya dari seorang guru.  Karena jiwa seorang guru haruslah begitu. Guru yang benar adalah guru  yang mengharapkan anak didiknya menjadi lebih besar dari dia. Guru yang  benar adalah guru yang selalu berpikir bagaimana caranya anak didiknya  bisa cepat menyerap materi pelajaran yang diberikan. Guru yang benar  adalah guru yang bangga dan senang melihat anak didiknya berhasil. Guru  yang benar adalah guru yang serius mempersiapkan sejumlah aktivitas  belajar supaya anak didiknya senang belajar.

Ada beberapa guru  yang berkesan dalam hidup saya. Ada yang saya masih ingat namanya,  tetapi ada juga yang saya sudah lupa. Salah satunya adalah guru Bahasa  Indonesia waktu saya masih SD di Pemangkat, Kalimantan Barat seperti  yang saya ceritakan di atas.

Guru lain yang berkesan adalah guru  Matematika waktu SMP. Berkesan karena saya pernah 'dihina'. Waktu itu  saya pernah diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas, tetapi gak  bisa. Entah itu cara dia memotivasi atau apa, dia mulai  membanding-bandingkan saya dengan kakak saya, yang kebetulan bintang  kelas di SMA yang sama. Kata-katanya yang paling saya ingat adalah  'benar kamu adiknya si A (nama kakak saya). Tapi kok beda ya, satu  pintar satu bodoh'. Wuihhh... sejak itu saya ketertarikan saya dengan  mata pelajaran Matematika pupus. Jadi selama SMP, hanya ada satu mata  pelajaran saya yang nilainya pas-pasan, Matematika.

Di SMP juga  ada guru yang bertolakbelakang dengan guru Matematika saya. Namanya  Suster Valentine, mengajar Sejarah. Dengan caranya yang sangat kreatif,  mengajar dengan metode bercerita, dia berhasil menarik minat saya untuk  menghafal sejarah Republik Indonesia. Dari jaman kerajaan pertama sampai  jaman peperangan. Cara dia menceritakan Ken Arok misalnya, begitu  memikat sehingga saya bisa mengerjakan ujian tertulis esai dengan  sempurna. Metode mengajar, iya, itu adalah cara untuk memotivasi anak  didik yang bisa juga diterapkan untuk organisasi.

Pak Sakino, itu  adalah guru Matematika di SMA yang mengembalikan minat saya akan  pelajaran eksakta ini. Cara mengajarnya adalah dengan pendekatan bedah  kasus. Ada soal, dia menerangkan logikanya di papan tulis. Kemudian  bertahap dia memberikan tugas sekolah, dari soal yang paling mudah  sampai sulit. Yang dia beberkan adalah logika, bukan hasil akhir. Bagi  dia kalau kita sudah menemukan logika sebuah soal, dijamin sesulit  apapun bisa dikerjakan. Hasilnya, di rapor selalu tertera nilai 9.

* * *

Mantan  menteri Pendidikan dan Kebudayaan, (Alm) Daoed Joesoef pernah  mengatakan, di dunia ini hanya ada 2 profesi. Pertama adalah guru, dan  kedua adalah bukan guru. Pernyataan ini ingin mengatakan bahwa setinggi  apapun jabatan kita sekarang, sebesar apapun penghasilan kita saat ini,  seluas apapun bisnis kita sekarang, janganlah pernah melupakan bahwa  semua itu ada karena jasa seorang guru.

Melalui tulisan ini saya  ingin mengucapkan banyak terima kasih untuk semua guru yang sudah  mendidik dan membentuk saya seperti sekarang ini, baik guru di sekolah  formal maupun guru informal di dunia kerja. Kalian adalah pahlawan tanpa  tanda jasa. Kiranya Tuhan yang akan membalas semua kebaikan yang sudah  diberikan kepada saya.

-Hendri Bun

bun.hendri@gmail.com; www.bunhendri.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline