Pagi itu hanyalah seperti pagi-pagi yang lain di Jakarta, tidak ada yang berbeda, tapi tidak buat Lucy, kala dia sontak menghempaskan tubuh ke sandaran sofa sambil menghela nafas panjang setelah melihat sebaris nama muncul di smartphone-nya yang baru saja bergetar.
Lucy tidak dengan serta merta meraih ponselnya, malah mengambil cangkir kopi yang sudah tidak panas lagi, menghirupnya sebentar, baru kemudian dengan malas mengambil ponsel untuk berbicara dengan penelpon.
Tidak banyak kata yang keluar dari mulut Lucy, kecuali ya pak, sudah pak, siap pak, sementara orang yang diseberang, direktur perusahaan yang menjadi atasannya, seperti membombardir dengan luapan kata-kata yang tanpa henti mengalir.
Namun tidak lama bagi Lucy mengendalikan suasana, hingga ia kembali punya kesempatan menyeruput kopi sambil sesekali tersenyum. Si direktur juga sepertinya tidak lagi di situasi panik, dan melanjutkan kata-katanya dengan lemah lembut.
"Kalau begitu bisa tolong email ke saya laporannya? Nanti di kantor saya pelajari, sekarang saya masih stuck di jalan kena macet."
"Ok pak, langsung saya kirim," jawab Lucy sambil jari-jari tangannya menekan tombol-tombol keyboard dari sebuah laptop yang sudah sedari tadi dalam posisi menyala di atas meja.
"Sudah terkirim ya, Pak John..," lanjut Lucy.
"Oh gitu.., thanks ya," jawab sang direktur heran dengan respon Lucy yang sangat cepat.
"Memangnya Lucy lagi dimana sekarang?"
"Di starbucks dekat rumah pak."
"Lho.. kamu ngga ngantor? Kita kan ada meeting satu jam lagi?"