Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu'ti mengungkapkan bahwa pemerintah berencana untuk memasukkan mata pelajaran Kecerdasan Buatan (AI) dan pemrograman (coding) ke dalam kurikulum sekolah di masa mendatang.
Menurutnya, mata pelajaran ini akan menjadi pilihan di sekolah-sekolah yang memiliki kemampuan dan fasilitas memadai, karena pembelajaran tersebut memerlukan alat dan teknologi canggih (dikutip dari Kompas, 11/11/2024).
Terobosan ini diambil untuk mendukung program Presiden Prabowo dalam digitalisasi pendidikan di Indonesia. Namun, apakah langkah ini sudah tepat?
Secara umum, rencana ini tentu sangat positif. Akan tetapi, ada kekhawatiran bahwa penerapannya hanya akan efektif di sekolah-sekolah di Indonesia Barat atau daerah yang sudah memiliki akses internet dan fasilitas pendukung yang memadai.
Sementara itu, di Indonesia Timur, atau di daerah yang belum terjangkau akses internet, penerapan mata pelajaran ini akan menghadapi tantangan besar.
Sebagai contoh, ketika saya bersekolah, pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di SD belum tersedia karena keterbatasan fasilitas. Di SMP pun hal yang sama terjadi. Hanya saat SMA ada mata pelajaran TIK, namun sayangnya fasilitasnya juga terbatas.
Bahkan untuk mempelajari cara menyalakan dan mematikan komputer, guru hanya bisa menjelaskan secara teori di papan tulis tanpa adanya praktek langsung di laboratorium komputer, karena sekolah tidak menyediakan fasilitas tersebut.
Ketika belajar Microsoft Word dan Excel, kami diberi tugas untuk menggambar tampilan kedua aplikasi tersebut di karton manila, dan kemudian mempelajarinya melalui imajinasi mengenai bagaimana tampilan aplikasi tersebut. Itulah gambaran kondisi pendidikan di sebagian besar sekolah di kawasan Indonesia Timur.
Terkait dengan wacana tersebut, ada beberapa saran yang perlu dipertimbangkan.
Pertama, lebih baik jika anak-anak SD difokuskan terlebih dahulu untuk meningkatkan kualitas akhlak dan adab mereka, agar dapat tumbuh menjadi generasi yang berkualitas dan bermoral baik.
Materi seperti coding sebenarnya tidak masalah dimasukkan dalam kurikulum, namun tetap harus mempertimbangkan kondisi fasilitas sekolah dan ketersediaan sumber daya pengajaran di bidang tersebut. Jangan sampai mata pelajaran ini dipaksakan diterapkan tanpa adanya guru yang menguasainya.