Lihat ke Halaman Asli

Rusdy Mastura: Cokelat Sesungguhnya Getir

Diperbarui: 16 Juli 2015   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Cokelat Belgia kadang terasa getir oleh karena buku ini"][/caption]

Tidak banyak pemimpin daerah yang bersedia membagikan pemikirannya kepada khalayak luas. Namun tidak bagi Walikota Palu. Di akhir masa jabatannya Pemimpin kota Palu selama 2 periode hendak membagikan apa yang ada di benaknya bagi Indonesia.

Namun, Rusdy Mastura tidak menuliskan tentang cara menata kota dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 9,6 persen pada tahun 2014 yang lalu. Atau pengalamannya menarik lebih banyak investor ke kota Palu sehingga berdampak pada menjamurnya hotel-hotel megah di sana. Melainkan insprasi terkait kakao sebagaimana ia tuangkan di bukunya yang berjudul “Menikmati Cokelat Belgia dengan Visi Baru” yang diterbitkan Grasindo, grup penerbit Gramedia, Jakarta.

Aneh tentunya. Seorang pengelola kota membicarakan perkebunan yang identik dengan wilayah penyangga atau pedesaan. Ternyata buku ini cermin kecintaan mendalam sang penulis terhadap komoditas yang telah menghidupi jutaan orang di Sulawesi Tengah. Ia memiliki kelekatan emosional dengan komoditas yang telah ada di Sulawesi selama puluhan tahun. Jadi dalam konteks buku ini Rusdy tidak sekedar memposisikan diri sebagai pemimpin Kota Palu melainkan sebagai warga Provinsi sentra pengembangan kakao di Indonesia.

Dalam buku ini penulis mencoba membenturkan pengalaman menikmati sebatang cokelat Belgia dengan menyaksikan kehidupan para petani kakao di Sulawesi. Ia lalu menggambarkan dengan cerdas bagaimana cokelat dan kakao, yang saling berkaitan, menjadi simbol dari 2 dunia yang berbeda. Cokelat identik dengan kemewahan, kebersihan, kalangan elite dan perusahaan kelas atas. Sementara kakao berkaitan dengan kemiskinan, kebodohan dan ketidakberadaban.

Ia hendak membongkar paradigma tersebut, sembari memberikan alasan kepada pembaca untuk bangga dengan kakao. Tanpa kakao, tulisnya, tidak ada sebatang cokelat yang lezat. Tanpa biji kakao maka mustahil akan ada megabisnis makanan. Tanpa petani kakao tidak ada budaya elite.

Namun dalam buku ini walikota Palu tidak hanya mengajak pembaca untuk sekedar, cinta dan bangga namun turut serta untuk mendukung maupun membangun dunia percokelatan yang membuat pembuat cokelat, petani dan penikmat cokelat sama-sama tersenyum. Ia adanya mimpinya yang ia harapkan bisa ia wujudkan suatu hari nanti.

Buku ini dikemas dengan gaya penulisan populer, jenaka dengan ilustrasi yang sangat kaya dan berwawasan. Sebuah karya hebat yang memperkaya daftar “buku-buku perlu dibaca” di Indonesia. Buku ini wajib dibaca siapapun khususnya Anda penikmat cokelat, karena buku ini akan membeberkan sisi lain dari kelezatan dari sebatang cokelat yang sesungguhnya mengandung peluh dan spirit petani. Sehingga Anda seharusnya bangga, tidak hanya kepada para pembuat cokelat, namun juga para petani yang telah berjuang untuk memastikan makanan yang dicintai di dunia tetap ada.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline