Lihat ke Halaman Asli

Hendra Rey187

pekerja sosial

Makna Tahun Baru China/Imlek dari Yuelu Shan - Changsha

Diperbarui: 1 Februari 2022   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Imlek pertama kami di  Yuelu Shan (Gunung Yuelu) pinggiran  Changsha - Hunan, Tiongkok, sekitar 20 tahun lalu, kami lewatkan bersama beberapa keluarga disekitar tempat tinggal kami . Saya sungguh menikmatinya, mereka merayakan dari malam Imlek yang riuh dengan petasan yang seakan tiada henti hingga pagi hari Imlek. Mereka merayakannya sampai penutupan Imlek yang yang kita sebut sebagai Cap Go Meh, makan lontong Cap Go Mek. sayangnya waktu itu mereka sama sekali tidak ada lontong cap go mek, kemudian hari saya menyimpulkan memang ada perbedaan tradisi dalam merayakan Imlek antara satu daerah dengan daerah lain, apalagi jika membandingkan Changsa di provinsi Hunan dengan tradisi imlek di Indonesia.

Ada tiga hal yang menonjol dalam perayaan tersebut; Pertama, di mana-mana orang memasang petasan tanda sukacita. Kedua, ada banyak tempelan kertas merah tanda kebahagiaan. Yang terakhir, mereka menikmati waktu kebersamaan keluarga dimulai dengan makan malam bersama. Imlek sangat erat dengan keharmonisan keluarga. 

Daripada salah menyimpulkan , saya juga coba bertanya apa sesungguhnya yang kalian maknai dalam Tahun Baru ini ( Mereka menyebutnya (Chun Jie = Hari Raya Musim Semi). Tuan Pan mengajarkan kepada saya; bagi kami Chun Jie adalah hari raya mengucap syukur kepada Tuhan Pencipta. Semua hidup dengan segala dinamikanya adalah berkah Ilahi. Setelah itu kami belajar untuk berterimakasih kepada orang-orang yang membuat kami bisa baik, berhasil atau yang pernah menolong kami selama ini. Kalau kami bisa sampa hari ini tidak terlepas dari orang-orang tersebut. Hidup kita  mengatasi banyak  masalah lalu mengalami keberhasilan itu juga karena orang-orang baik tersebut. Orang yang tidak tahu berterimakasih kepada orang yang pernah membantu dan menolongnya, sebenarnya mereka tidak tahu bersyukur kepada Tuhan. Karena kepada sesama yang kelihatan saja dia tidak dapat berterima kasih, apalagi kepada Tuhan yang tidak kelihatan. Kalau ia adalah orang beragama, itu pastinya hanya orang munafik, karena tiada kebenaran di dalam hidupnya. Ini pelajaran menarik bagi saya, yang saat itu tinggal di pinggiran Changsha bernama Yuelu Xuyuan. Sungguh menghangatkan hati sehingga musim dingin pertama dilewati tanpa kebekuan jiwa.

Dengan semangat dari keluarga lain, namanya sering saya panggil Xiao Lei (sama dengan marga saya, rupanya marga Lei banyak sekali di Provinsi Hunan - ada orang terkenal dari sana yang dipuji oleh Mao Zi Dong yakni; Lei Feng, orang baik). Xiao Lei, bilang yang penting adalah kumpul keluarga, bisa saling memperhatikan dan mengasihi itu yang penting bagi keluarganya. Jika kita berat meluangkan waktu untuk kumpul keluarga, mungkin satu saat kita terlambat sadar betapa pentingnya mereka bagi kita. Dan ia menambahkan jadi orang  jangan pelit-pelit, berbagi dan peduli kepada mereka yang membutuhkan. Apa yang dikatakannya sungguh dia terapkan, saya dan keluarga, termasuk di antara yang dia pedulikan. Ia hanya seorang supir taxi tetapi ia sangat murah hati. Yang paling di cari dari manusia sejati yakni; di atas segalanya adalah sopan, bijaksana dan murah hati. Bukan hanya pada orang tertentu pada situasi tertentu, tapi pada semua orang di segala waktu. 

 Penduduk asli Tiongkok, setidaknya yang saya jumpai di sekitar tempat tinggal kami, menulis tahun Imlek berbeda dengan yang ada di indonesia dan asia tenggara. Di sana menulis tahun imlek, misalnya tahun 2022 sebagai tahun 4720 karena dalam catatan dan cerita yang berkembang sudah sejak 2000 tahun lebih sebelum masehi. sementara di Indonesia menghitung tahun Imlek berdasarkan tahun kelahiran Kong Zi 551 sm + 2022 =  tahun 2573. Kok beda? Ya, karena penduduk Tiongkok mengakui Imlek sebagai budaya yang lebih tua, sebelum  Kong Zi lahir.  Jadi, awalnya menurut mereka, Imlek bukanlah perayaan agama. Kita tentu harus menghormati saudara-saudara pengikut Kong Zi dan Kita juga perlu menghargai sejarah dan asal usul Imlek  untuk merayakannya.

Jadikanlah Imlek sebagai momentum untuk tahu bersyukur kepada Tuhan, berterima kasih kepada sesama yang "berjasa" dalam hidup kita, rekatkan tali kasih kekeluargaan, dan jangan lupa ambil bagian untuk berbuat baik dan menolong sesama yang membutuhkan. Nilai-nilai luhur nenek moyang itu jauh lebih tinggi dan berharga ketimbang menekankan bagaimana lancar, beruntung, harta melimpah, kesehatan dan umur panjang. 

O ya tentu saja bagi setiap kita yang masih memiliki orang tua, jadikanlah kesempatan menunjukan hormat dan kasih serta kepatuhan kepada orangtua. 

Sebagai orang kristen Tionghoa, pakailah momen Imlek untuk saling berbagi berkat, bukan saja kue keranjang dan angpao, tetapi juga melalui pesan dan tindakan kasih yang nyata. Orang Kristen yang cerdas tahu menghormati budaya dan tahu memanfaatkannya untuk mempererat persaudaraan, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran Firman. Itulah kesaksian hidup yang perlu dibudayakan dengan baik.

salam kasih persaudaraan 

Hendra Rey 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline