Lihat ke Halaman Asli

Hendra Fokker

TERVERIFIKASI

Pegiat Sosial

Sanggar Betawi H. Nirin Kumpul Hadapi Modernisasi Budaya

Diperbarui: 28 Juli 2024   06:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sanggar seni H. Nirin Kumpul/Mak Manih, bertahan menembus modernisasi budaya (Sumber: dokumentasi pribadi)

Modernisasi, faktanya tak sekedar tampak pada ruang teknologi yang berkembang pesat. Pun demikian dengan ruang budaya, dalam arus kebudayaan globalnya. Dimana nyaris semua negara di dunia terpengaruh atas budaya satu dengan lainnya.

Dampak tentu saja ada, baik dalam pandangan negatif maupun positifnya. Termasuk dalam cara pandang manusia terhadap kolaborasi budaya yang kerap menampilkan budaya baru. Tak terkecuali pengaruhnya dalam sosial kemasyarakatan sehari-hari.

Contohnya adalah budaya K-Pop, yang tengah digandrungi generasi muda saat ini. Selain dari berbagai serial drama Korea yang kerap hiasi layar gadget kita. Walau sebelumnya, ada budaya Bollywood dan Telenovela yang sempat pula populer pada masanya.

Pada tahap ini, era Rambo dan euforia Punk-Rocker sudah tidak jadi logika berpikir kritis dalam perspektif "perlawanan/kekerasan". Khususnya pada ruang budaya, dengan kecenderungan adaptif sesuai local wisdom yang mempengaruhinya.

Modernisasi dan Asimilasi Budaya

Jika modernisasi dianggap telah meninggalkan identitas budaya asli, dalam pandangan negatifnya. Maka pandangan positifnya dapat dikemukakan adalah wujud kolaborasi budaya, tanpa harus meninggalkan identitasnya. Seperti dalam tampilan kesenian tradisional.

Walau kecenderungan proses asimilasi tampak lebih dominan dengan menghasilan karya seni beraliran modernisme. Seni tradisional dengan mode digitalisasi kiranya adalah bukti faktualnya. Khususnya dalam upaya naturalisasi musik kontemporer yang populis.

Alhasil, modern dance kini lebih dianggap sebagai budaya kekinian, walaupun kerap ditampilkan secara tradisional. Atas realitas inilah, sanggar seni H. Nirin Kumpul masih eksis berdiri. Khususnya dalam upaya menjaga seni tari tradisional agar tetap bertahan.

Gempuran budaya modern yang melanda generasi muda saat ini, merupakan tantangan penting bagi para pegiat seni tradisional. Tak lain demi menjaga eksistensi budaya bangsa tidak hilang hingga kapanpun. Apalagi jika asimilasi budaya semakin dianggap realistis.

Apalagi Jakarta yang kini dikenal dengan istilah kota global. Segala bentuk budaya asing akan semakin mudah berkembang dan jadi budaya baru, jika budaya asli tidak dipertahankan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline