Lihat ke Halaman Asli

Hendra Fokker

TERVERIFIKASI

Pegiat Sosial

Gimmick Politik Dalam Demokratisasi

Diperbarui: 1 Desember 2023   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi teater peran "gimmick" (sumber: freepik.com)

Kiranya semua Capres dan Cawapres kini tengah bergulat dengan realitas gimmick yang jadi trending. Pun terhadap para barisan pendukung yang memiliki strateginya masing-masing dalam upaya pemenangan calon-calonnya.

Termasuk strategi gimmick politik yang tengah mengemuka saat ini. Baik dalam narasi yang positif atau negatif, sesuai dengan pandangan politik setiap konstituen dalam memberi dukungannya.

Entah terhadap pasangan Anies Baswedan-Cak Imin, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, ataupun Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Lantas, benarkah fenomena gimmick politik ini dapat mempengaruhi konstituen dalam Pemilu 2024 mendatang? Dalam cerita pemilih kali ini, realitasnya gimmick telah memberi berbagai kesannya yang beragam. Ada yang pro dan tentu ada pula yang kontra.

Gimmick Dalam Teori Kritis

Sebelumnya, dapat kita kupas terlebih dahulu apa maksud dari gimmick. Dalam pendekatan etimologis, gimmick direpresentasikan sebagai entitas yang lebih kental pada seni peran (teatrikal). Sesuai dengan artikulasinya serupa aksi tipu muslihat (John M. Echols).

Tujuannya tak lain adalah mencari simpati atau keterterikan publik sesuai dengan iklim yang tengah populis. Semacam adegan rekayasa yang dapat menarik perhatian orang. Tanpa harus menterjemahkannya dalam bentuk diksi yang relevan.

Sianne Ngai dalam jurnal "Theory of the Gimmick" (2017), mendeskripsikannya sebagai bagian dari upaya marketing yang negatif. Lantaran dianggap sebagai upaya meningkatkan produktivitas ekonomi tanpa harus melihat realitas pasar.

Selain itu, pengurangan tenaga kerja manusia, melalui sistem market berbasis gimmick, menjadi narasi kritis yang diungkapkan Sianne Ngai, dalam jurnal yang diterbitkan oleh University of Chicago, Amerika, tersebut.

Termasuk dalam alat produksi yang dioptimalkan daripada tenaga kerja. Inilah era dimana kapitalisme mampu bergerak didalam setiap mekanisme pasar. Ditambah peluang di era digital, tak terkecuali terhadap area kebijakan publik, dalam mode yang pragmatis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline