Gencatan senjata, kiranya telah menjadi perilaku klasikal dalam sebuah perang atau pertempuran. Pada sesi "jeda" bertempur ini, justru kerap tersaji berbagai strategi yang kemudian muncul sebagai upaya mengakhiri perang. Termasuk upaya diplomasi politiknya.
"Strategi perang selalu berkembang seiring keadaan yang terjadi di medan pertempuran", demikian kiranya ungkap Sun Tzu dalam The Art of War. Sebagai seorang ahli perang berkebangsaan China klasik, Sun Tzu merepresentasikan perang menjadi sebuah karya seni.
Karya seni yang dimaksud tak lain adalah perihal strategi perang dari setiap kubu yang berkonflik. Tanpa harus menyebutkan secara sistemik besar kekuatan persenjataan militernya. Dimana Sun Tzu telah mendeskripsikan analisisnya sekitar abad ke 5 SM.
Skala kuantitas pasukan, dianggap belum mampu menjamin kemenangan bagi sebelah pihak. Jika para panglima perang tidak memiliki kecakapan dan kualitas bertempur sebagai seorang kombatan yang memahami pertempuran.
Artinya adalah, seorang panglima perang harus turut bertempur bersama pasukannya. Bukan sekedar mengatur strategi dari istananya semata. Apalagi jika seorang panglima perang juga merangkap sebagai seorang pemimpin utama.
Seperti 5 strategi penting yang pernah diungkapkan Sun Tzu dalam relevansinya seiring perkembangan zaman hingga kini, yakni;
1. A leader leads by example, not by force
Dimana seorang pemimpin perang seharusnya mampu memberi contoh berperang yang baik, dan bukan sekedar memberi instruksi. Pernyataan yang dapat diidentifikasi serupa dengan peristiwa Perang Vietnam.
Para panglima perang tentara koalisi Amerika-Perancis, tidak terlibat langsung di medan pertempuran Vietnam. Seperti yang ditulis oleh Phillip B. Davidson dalam "Vietnam at War; The History 1946-1975". Berbeda dengan pemimpin Vietcong yang ada di setiap perang.
Jadi, secara instruktif lebih taktikal dalam memberi serangkaian serangan yang sifatnya vital. Peristiwa Serangan Umum 5 Maret 1949 dapat dijadikan bukti. Banyak diantara para pemimpin pejuang Republik yang langsung terlibat dalam suasana pertempuran di Jogja.