Lihat ke Halaman Asli

Hendra Fokker

TERVERIFIKASI

Pegiat Sosial

Relevansi Film Pengkhianatan PKI Saat Ini

Diperbarui: 18 September 2023   06:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Patung para Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya, Jakarta Timur (sumber: dokpri/arsip)

Setiap bulan September, memang identik dengan sejarah kelam masa lalu. Siapa lagi kalau bukan Pemberontakan PKI, di tahun 1948 dan 1965. Dimana sejak peralihan kekuasaan Orde Lama kepada Orde Baru, narasi komunisme adalah kisah horor bagi tiap kalangan.

Pun terhadap dunia perfilman, yang didominasi dengan berbagai adegan horor dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI, karya Arifin C. Noer. Tentunya dengan pesan-pesan yang dianggap valid pada masa itu, menurut versi Orde Baru.

Seiring waktu, tabir-tabir yang menyingkap terkait peristiwa kelam tersebut mengemuka dengan berbagai pendekatannya. Baik melalui pendekatan historis, ataupun secara dokumentatif. Tak luput dengan latar politik yang terjadi di masa lalu.

Ada semacam pesan tersirat, walau dengan berbagai polemiknya. Khususnya terkait konflik ideologi dan politik, yang menjadikan banyak rakyat menjadi korban. Termasuk dengan para pahlawan yang gugur pada peristiwa 1948 dan 1965.

Komunisme yang memang menjadi momok bagi bangsa ini, pada akhirnya diwujudkan pada berbagai rekam sejarah film Indonesia. Hingga menjadi propaganda Pemerintah antara tahun 1984 hingga 1998. Pun terhadap literasi yang berbau komunisme, diberangus.

Dalam kepentingannya yang tak lain membendung perkembangan ideologi komunisme di Indonesia. Dimana setiap warga negara wajib menonton film yang tayang setiap tanggal 30 September tersebut. Tak terkecuali anak-anak, sebagai bagian dari tugas sekolah.

Walau banyak yang memberi apresiasi positif dan negatif, terkait kebijakan tersebut. Lantaran dianggap banyak hal yang ditambah-tambahi dalam film tersebut. Secara rasional yang akhirnya membuat penayangan film tersebut harus berakhir pada tahun 1998.

Selain faktor pergantian Pemerintah Orde Baru dengan Masa Reformasi. Publik pun seakan teralihkan dengan persoalan sosial ekonomi yang melanda negeri. Bukan sekedar propaganda politik melalui media film yang dianggap usang.

Namun, seiring berjalannya waktu, problematika terkait degradasi historiografi bangsa mulai mengemuka. Generasi muda tidak lagi mengenal para pahlawan revolusi yang gugur karena prahara 1965. Lantaran berkurangnya ruang literasi mengenai sejarah bangsa.

Apalagi jika bicara perihal relevansi film sejarah masa lalu, yang kurang diminati oleh generasi muda kini. Maka wajar, jika bicara soal nasionalisme, sudah menjadi barang usang yang tak laku dipasaran. Selain arus globalisasi yang makin mendominasi ruang sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline