Lihat ke Halaman Asli

Hendra Fokker

TERVERIFIKASI

Pegiat Sosial

Benarkah Guru akan Digantikan AI?

Diperbarui: 18 Juni 2023   16:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pendidikan mencerahkan (sumber: Kompas.id/SUPRIYANTO)

Heboh! Pernyataan dari Sam Altman selaku direktur utama dari perusahaan pengembang artificial intelligence (AI) atau OpenAI. Sam menjelaskan, bahwa perubahan orientasi pendidikan dalam topik ChatGPT berbasis AI bukanlah sesuatu yang baru. Menurutnya, berbagai perubahan dalam dunia pendidikan sudah berulang kali terjadi, dan selama ini dianggap tidak mengkhawatirkan.

Termasuk pertanyaan yang dilontarkan oleh Nadiem Makarim, selaku Mendikbud, dalam sesi diskusi bersama Sam Altman beberapa waktu lalu. Dimana secara naratif, Nadiem Makarim mempertanyakan masa depan pendidikan dunia dalam perspektif teknologi AI. Walau kemudian tidak dijelaskan secara luas oleh Sam, terkait dampak baik secara positif atau negatif.

Dimana Sam menjelaskan secara ringkas, bagaimana dunia pendidikan akan berubah seiring hadirnya teknologi AI. Selain itu, para pendidik tentunya harus dapat mempergunakan teknologi AI dalam kegiatan belajar mengajarnya secara tepat. Dalam hal ini, Sam seakan berharap, teknologi AI dapat membantu dunia pendidikan guna mengurai persoalan pembelajaran yang tidak tuntas.

Dengan pengertian, melalui kecerdasan buatan, persoalan pelajaran akan dapat diterangkan lebih jelas oleh teknologi AI melalui ChatGPT. Bahkan dalam urusan menyelesaikan pekerjaan rumah dari berbagai pelajaran yang ditugaskan kepada siswa. Melalui teknologi AI, semua akan dapat diselesaikan dengan mudah dan tepat. Mungkin demikian maksud positif atas kehadiran teknologi tersebut.

Namun, apakah hal tersebut akan dapat mengalihfungsikan tugas para pendidik? Dalam hal ini guru, sebagai tokoh utama pada setiap pengajaran di sekolah. Jika dilihat dari kekhawatiran para pendidik di Indonesia, seperti yang dikemukakan oleh beberapa pengamat pendidikan, seakan siswa dihadapkan dengan kehadiran kebiasaan baru.

Misal, sudah tidak ada upaya mencoba dan berlatih mengunakan pikirannya secara murni, karena apapun persoalan pelajaran dapat diselesaikan oleh AI. Pun demikian dengan para pendidik, yang dianggap tidak akan mampu bersaing dengan teknologi terbarukan dalam pendekatan digitalisasi pendidikan. Sedangkan, Indonesia adalah bangsa yang dikenal memiliki berbagai karakter sesuai adat istiadat setempat.

Keragaman kebudayaan itulah yang akan menjadi sekat besar dalam mengurai masuknya teknologi AI. Maksudnya adalah, tidak semua siswa dapat direkomendasikan menggunakan teknologi AI dalam setiap pembelajaran. Khususnya ketika mempelajari ilmu Agama, yang dapat dipahami sebagai area private dengan beragam penafsirannya. Lantaran menyangkut kepercayaan masing-masing.

Apalagi Indonesia banyak memakai pendekatan budaya dalam memberi pendidikan bagi siswa. Ini terkait dengan ajaran kebaikan dan tata krama yang secara spesifik dikenal melalui kebiasaan atau adat budaya setempat. Tidak dapat digeneralisir sesuai perspektif kebudayaan global yang tidak sesuai dengan realitas keseharian.

Bahkan pada negara maju, penggunaan aplikasi ini pun masih dibatasi, karena dianggap tidak mendidik dalam upaya mengembangkan daya berpikir secara mandiri. Nalar kritis akan tergerus secara perlahan, tanpa adanya komparasi sumber yang selalu dijadikan landasan analisis kritis dalam berbagai pelajaran.

Hal inilah kiranya yang harus dipahami secara luas. Bentuk-bentuk penugasan yang bisa membuka ruang diskusi siswa bersama orang tua seketika tidak lagi ada. Bersamaan dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan siswa dalam belajar bersama teknologi kecerdasan buatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline