Lihat ke Halaman Asli

Hendra Fokker

TERVERIFIKASI

Pegiat Sosial

Para Pejuang di Persimpangan Republik

Diperbarui: 15 November 2022   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soe Hok Gie dalam sebuah literasi (Sumber: dokpri)

Siapa yang tidak mengenal dengan salah seorang kombatan Perang Surabaya bernama Soemarsono? Seorang pentolan pemuda pejuang dari barisan Pemuda Republik Indonesia (PRI). Memiliki massa pendukung hingga 3.500 laskar dengan kira-kira 2.000 pucuk senjata, PRI menjadi momok yang menakutkan bagi Sekutu setelah Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) Bung Tomo.

Begitupula dengan Amir Syarifuddin, seorang diplomator ulung Republik pada masa-masa pasca Kemerdekaan Indonesia. Serta memiliki ribuan pendukung dari para pejuang bersenjata. Lantaran pada medio 1945-1945, ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Kelak melalui gerakannya, laskar Front Demokrasi Rakyar (FDR) terbentuk dengan dalih kekecewaan terhadap Republik.

Sama halnya dengan Wikana, yang kita ketahui kiprahnya tatkala proses Proklamasi dikumandangkan, serta dalam peristiwa Rengasdengklok bersama D.N. Aidit. Lantaran memilih jalan revolusioner yang menentang Pemerintah pada tahun 1948, nama mereka pun tergilas oleh roda sejarah Indonesia, dengan identifikasi sebagai para pemberontak.

Para tokoh di barisan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) seperti Sudisman pun memilih jalan terjalnya dalam pemberontakan Madiun. Lantaran sempat menaruh kecewa terhadap sikap diplomatis Pemerintah dalam menghadai NICA-Belanda. Termasuk persoalan kebijakan peleburan laskar ke dalam ketentaraan (ReRa), yang dianggap merugikan para pejuang.

Senada dengan aksi S.M. Kartosoewiryo yang mengikrarkan pendirian Negara Islam Indonesia (NII) di Jawa Barat. Kiprahnya dalam menentang penjajah Belanda hingga Jepang tentu tidak dapat dipungkiri. Khususnya dalam peristiwa Bandung Lautan Api, yang terjadi pasca kemerdekaan. Pasukannya pun sempat berjibaku ditengah kecamuk perang di kota Bandung.

Kita dapat melihat suasana lain dalam peristiwa PRRI/Permesta, yang berangkat dari persoalan tendensi pragmatis. Dalam aspek ketidakmerataan upaya pembangunan dari kota ke daerah-daerah. Sebuah latar belakang yang berbuntut terhadap aksi pemberontakan oleh para pejuang di Sumatera dan Sulawesi.

Dalam berbagai kasus kita dapat lihat, bahwa latar belakang ideologi yang mempengaruhi terjadinya aksi "nyebrang" para pejuang tentu memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Seperti para tokoh yang terlibat dalam pemberontakan komunis di Madiun, yang rata-rata berasal dari para pejuang di Surabaya, seperti Soemarsono.

Juga mereka yang pernah melakukan huru-hara si Surakarta sesaat sebelum pemberontakan Madiun meletus, rata-rata para desertir adalah mereka yang terlibat dalam pertempuran di Semarang, Magelang, dan Ambarawa. Faktor kekecewaan menjadi alasan utama yang sekiranya dapat dijadikan analisisnya.

"Mereka berontak karena tidak dipenuhi tuntutannya, dan mereka bersenjata". Walau dalam beberapa kasus, memiliki latar belakang yang berbeda. Soe Hok Gie, melihat fenomena ini sebagai upaya kritik terhadap pemerintah, walau dengan jalan yang tidak tepat.

Bahkan Jenderal Soedirman pun sempat berkomunikasi dengan Tan Malaka, lantaran konsep Merdeka 100 persen dengan sikap anti diplomasi pernah membuat Sang Panglima kepincut. Maka, perihal Tan Malaka ini kemudian dapat kita kenal juga sosok Sabarudin, yang terkenal brutal dalam melancarkan aksi-aksi perlawanannya terhadap para pejuang Republik sendiri!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline