Lihat ke Halaman Asli

Hendra Fokker

TERVERIFIKASI

Pegiat Sosial

Resolusi Jihad NU Menggema di Surabaya

Diperbarui: 25 Oktober 2022   06:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teks Resolusi Jihad NU (Sumber: nu.or.id)

"Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe 'ain, yang harus dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam..."

Sekiranya itu kalimat utama dalam Resolusi Jihad yang menggema di Surabaya pada tahun 1945. Gegap gempita menyambut jalan syahid menjadi fenomena yang langsung terkordinir dalam setiap elemen perjuangan. Baik di kalangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ataupun badan kelaskaran seperti Hizbullah hingga Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI).

Bung Tomo, selaku pimpinan BPRI menyambut Resolusi Jihad sebagai momentum membangkitkan semangat juang arek-arek Surabaya. Bahkan dalam setiap pidatonya, tertanggal 24 Oktober 1945, Bung Tomo selalu mengutip pekik Takbir pada kalimat orasinya. Tidak lain adalah untuk membakar jiwa bertempur rakyat, walau hanya dengan bekal senjata apa adanya.

Demikian pidato Bung Tomo beberapa saat sebelum Sekutu mendaratkan pasukannya...

"...bersama dengan rakyat Indonesia, yang pernah ditindas oleh penjajahan, lebih senang melihat Indonesia banjir darah dan tenggelam ke dasar samudera daripada dijajah sekali lagi! Tuhan akan melindungi kita! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!".

Kecamuk perang di Surabaya mungkin sudah tidak dapat terhindarkan.

Tertanggal 25 Oktober 1945, Sekutu bersama NICA-Belanda, merapat ke Surabaya. Usai menaklukkan Semarang, mereka bergerak melalui jalur laut untuk mendaratkan pasukan tempurnya di Tanjung Perak. Kedatangan mereka dipimpin langsung oleh Brigjen AWS. Mallaby, sebagai komandan satuan tempur Sekutu untuk wilayah Surabaya.

Padahal, beberapa waktu sebelumnya telah terjadi insiden yang membuat rakyat Surabaya mengalami bentrokan dengan tentara Belanda. Insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato adalah puncak amarah rakyat Surabaya, hingga kelak meletus pertempuran pembuka yang dikenal dengan nama pertempuran 4 hari di Surabaya.

Pertempuran 4 hari ini terjadi sebelum pecahnya pertempuran 10 November 1945. Aksi pendaratan Sekutu di Tanjung Perak yang nyatanya tidak disambut hangat oleh para pejuang, faktanya telah menimbulkan konflik psikologis diantara mereka. Sikap ponggah dan menantang dari para pasukan Sekutu yang datang memasuki pusat kota menjadi latar belakangnya.

Para pejuang pun tidak kuasa menahan amarah perlawanan, disamping Resolusi Jihad sebagai pegangan juang, serta peristiwa di Semarang yang sudah terdengar di Surabaya. Tentu para pejuang tidak menghendaki kehadiran Sekutu atas insiden yang terjadi di Ambarawa dan Magelang. Suasana panas sejak hari pendaratan tentara Sekutu sudah menyelimuti setiap sudut kampung di Surabaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline