Tepat hari ini 2 September tahun 1947 silam, terjadi pertempuran yang luar biasa hebat di Sidobunder, Kebumen, Jawa Tengah. Pada saat Agresi Militer Belanda I, pasukan agresor bergerak cepat memasuki wilayah Indonesia melalui Cirebon menuju Pekalongan, hingga ke wilayah Purbalingga. Operation Product ini tentu saja mengincar seluruh area ekonomis yang penting bagi Belanda.
Mereka terus bergerak ke selatan hingga memasuki akhir bulan Agustus, walau upaya gencatan senjata tengah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan Belanda, usai kegagalan perjanjian Linggarjati. Fyi, perjanjian Linggarjati ini dibatalkan secara sepihak oleh Belanda dengan cara melancarkan operasi pendudukan ke wilayah Indonesia.
Dimana pasukan Belanda berhasil merangsek masuk hingga menguasai kota Gombong, seraya menduduki benteng Van Der Wijck. Potensi ancaman yang nyata bagi pemerintahan Republik di Jogjakarta dari arah barat, jika tidak dilakukan upaya perlawanan. Selain itu, Kali Kemit yang menjadi garis demarkasi juga terancam.
Hingga datanglah sepasukan besar Tentara Pelajar (TP) dari Jogjakarta ke desa Sidobunder pada 29 Agustus 1947, untuk menghadang gerak dari pasukan Belanda. Berbekal tekad yang membara, para pasukan TP ini langsung menembaki pasukan Belanda yang tengah patroli di sekitar pesisir laut selatan pada 30 Agustus.
Padahal tugas utama mereka adalah membuka markas di desa Sidobunder, untuk membangun basis gerilya. Semangat tempur yang membara namun membahayakan tentu saja membuat pasukan Belanda mengetahui ada yang tidak beres di desa Sidobunder. Melalui desa Puring di sebelah selatan Sidobunder, sepasukan Belanda mengendap mendekat untuk mengepung markas gerilya disana.
Sedangkan dari utara dan barat kota Gombong, pasukan besar Belanda juga mendekat sambil menyebar membentuk formasi tempur "tapal kuda" untuk mengepung Sidobunder dari berbagai arah. Hingga para pasukan TP yang tengah beristirahat dikejutkan dengan serangkaian suara tembakan serentak pada tanggal 2 September 1947, dari berbagai arah.
Komandan TP Letnan Anggoro sontak memberikan instruksi darurat bagi seluruh pasukan di Sidobunder, untuk balas memberikan serangan. Begitupula dengan pasukan PERPIS dibawah komando Lettu Maulwi Saelan, yang terkejut ketika mengetahui berbagai penjuru desa telah terlihat para pasukan Belanda, bersama dengan pasukan kavalerinya.
Oiya, PERPIS ini adalah pasukan Tentara Pelajar yang personelnya berasal dari Sulawesi lho. Baku tembak berskala besar pun tak terhindarkan. Dimana secara perbandingan kekuatan, pasukan Belanda jauh lebih superior dari pasukan pejuang. Tetapi tidak ada kata lain selain, LAWAN!
Dari pagi hingga menjelang siang, di Sidobunder telah banyak berguguran para kusuma bangsa. Upaya mempertahankan Sidobunder menjadi suatu hal yang mustahil dilakukan, melihat situasi tidak lagi memungkinkan. Maka, Letnan Anggoro memerintahkan untuk undur diri ke arah timur desa. Seraya memberikan perlawanan terhadap pasukan Belanda yang tengah masuk area desa.
Pasukan Republik yang berada di timur pun belum mengetahui bahwa di Sidobunder telah terjadi baku tembak yang sangat dahsyat. Jadi secara praktis, hanya satu celah untuk dapat lolos dari pengepungan, yakni dengan menembus "lubang jarum" Sidobunder sebelum tertutup rapat oleh Belanda. Karena meminta bantuanpun akan percuma, dan hanya akan menambah jumlah korban.