Lihat ke Halaman Asli

Hendra Fokker

TERVERIFIKASI

Pegiat Sosial

Roem Royen di Balik Drama PDRI

Diperbarui: 13 Juli 2022   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hotel des Indes, Jakarta, lokasi diselenggarakannya perundingan Roem Royen (wikipedia)

Perjanjian Roem Royen, adalah perjanjian paling keras yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia dengan Belanda. Walau telah dimediasi oleh beberapa negara lain sejak tahun 1947, seperti Amerika, Australia dan Belgia. Pada akhirnya Perjanjian Roem Royenlah yang dianggap sebagai finalisasi diplomasi sebelum diadakannya Konferensi Meja Bundar pada bulan Agustus 1949.

Berulang kali, Belanda telah melanggar perjanjian yang telah disepakai. Hingga melakukan Agresi Militernya dengan tujuan menangkap Soekarno dan Hatta, untuk diasingkan. Upaya militer Belanda, justru ditanggapi dengan berbagai peristiwa pertempuran di daerah-daerah pendudukan. Maka, tak ayal, hal ini menimbulkan kekhawatiran bangsa lain, karena konflik yang semakin berlarut-larut.

Seperti kita ketahui, dukungan Sekutu pasca peristiwa Madiun 1948, terhadap upaya kemerdekaan Indonesia adalah jalan akhirnya. Karena Sekutu tidak mau, bila Indonesia kemudian dapat bekerjasama dan berkiblat kepada Soviet. Ingat, usai Perang Dunia 2 berakhir, perseteruan antar negara diwujudkan dengan masa Perang Dingin, dan Sekutu menganggap Soviet adalah lawan ideologisnya.

Kita kembali kepada Perjanjian Roem Royen. Seperti yang telah penulis ulas, dalam artikel Perjanjian Roem Royen, Diplomasi Sambil Bertempur, isi dan poin perjanjian telah dibahas sebagai latar belakangnya. Tetapi, dibalik semua itu, sikap keras Pemerintah Belanda untuk dapat menerima, belum dapat diselesaikan secara damai dibalik meja perundingan.

Hingga harus mendatangkan Hatta, dari pengasingannya di Bangka untuk menyelesaikan polemik ini. Kita tahu, selama Jogjakarta diduduki oleh Belanda, telah berdiri Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat. Dibawah Syafrudin Prawiranegara, Pemerintah Indonesia tetap dapat berdiri, tanpa sanggup ditaklukkan oleh Belanda secara politis.

Jelas, kedudukan Indonesia diatas angin. Berkat Agresi Militer Belanda, hingga aksi pendudukan Jogjakarta pada peristiwa Jogja Kembali. Memberikan bukti, bahwa Pemerintah Indonesia masih sanggup berdiri, walau para pemimpinnya telah ditangkap dan diasingkan.

Kisah "Drama" pendirian PDRI, tentu adalah strategi politik yang dimainkan oleh Pemerintah Indonesia kala itu. Karena, seandainya Sumatera Barat pun jatuh dan diserang oleh Belanda, maka strategi selanjutnya ada dalam tangan A.A. Maramis. Dimana India telah siap untuk membantu Indonesia dalam mendirikan pemerintahan "pengasingan" disana.

Dalam hal ini tentu saja, PDRI adalah bukti nyata dari eksistensi Pemerintahan yang sah. Tidak ada maksud dan tujuan lain, selain mengupayakan pemerintahan dapat terus berjalan.

Nah, usai Pemerintahan Indonesia dikembalikan lagi oleh Belanda, dengan membebaskan Soekarno dan Hatta, mka secara langsung Syafrudin Prawiranegara mengembalikan mandat yang diberikan olehnya. Artinya, Syafrudin Prawiranegara adalah tokoh dibalik penyelamatan pemerintah, yang secara politis masih diakui oleh dunia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menegaskan bahwa konflik antara Indonesia dengan Belanda harus sesegera mungkin diakhiri. Khususnya guna mengurangi terjadinya banyak korban berjatuhan diantara kedua belah pihak. Pada 13 Juli 1949, adalah momen penting pengakuan Perjanjian Roem Royen dari Kabinet Hatta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline