Siapa yang tidak kenal dengan Thomas Matulessy, atau yang biasa dikenal dengan nama Kapitan Pattimura. Beliau merupakan salah seorang pahlawan Nasional dari Maluku. Lahir pada 8 Juni 1783 di Hualoy, Seram Utara.
Selama pendudukan Inggris di Maluku, Pattimura sempat mendapatkan pelatihan bertempur selama beberapa waktu (1810). Fyi, sebelum Belanda menguasai Maluku, wilayah Indonesia Timur ini sempat dikuasai oleh Inggris pada era Perang Napoleon (1803-1815).
Setelah adanya perjanjian Anglo-Belanda pada Agustus 1814, kekuasaan Inggris atas Maluku dan wilayah Indonesia Timur, dikembalikan kepada Belanda.
Nah, pada masa pendudukan Belanda inilah, Thomas Matulessy melancarkan perlawanannya. Kesadaran terhadap cinta tanah air semakin kuat, ketika ia mendapatkan amanat untuk memimpin perjuangan melawan Belanda. Dari kesepakatan inilah julukan Kapitan Pattimura disematkan terhadap dirinya.
Dominasi Belanda dalam memonopoli perdagangan di wilayah Indonesia Timur, khususnya Maluku, membuat masyarakat sengsara. Hal ini karena nilai jual rempah-rempah diatur oleh Belanda, hingga merugikan para petani.
Begitu pula dengan nelayan, jalur-jalur laut atau area tangkap ikan, dimonopoli oleh Belanda, demi kepentingan ekonominya. Hal inilah yang menjadi dasar perlawanan masyarakat Maluku terhadap Belanda.
Tepatnya pada tanggal 15 Mei 1817, bersama Said Perintah, dan Anthony Reebhok bersepakat untuk menyerang simbol kekuatan Belanda di Saparua, yakni Benteng Duurstede.
Sedangkan di wilayah timur, Paulus Tiahahu bersama anaknya Christina Tiahahu, melancarkan serangan kepada kekuatan-kekuatan pendukung Belanda. Strategi yang matang, dalam skenario pendudukan benteng dilancarkan pasukan Maluku.
Dengan cepat, pada 16 Mei 1817, 19 pasukan Belanda beserta Residen Johannes Rudolph van Den Berg terbunuh dalam serangan Pattimura ke area Benteng Duurstede.
Dalam insiden ini, keluarga sang Residen pun terbunuh akibat pertempuran yang sengit. Kekuatan persenjataan yang dimiliki oleh pasukan Belanda ternyata tidak mampu membendung semangat perjuangan para pasukan Maluku, yang menyerang dengan senjata tradisional, walau beberapa menggunakan senjata modern.