Dalam kebiasaannya, di makam raja-raja Batak, mereka akan memahat sosok orang-orang terdekat pada bagian kepala atau kaki makam. Biasanya, yang terpahat adalah sosok keluarga, seperti anak sulung, dst.
Tapi, dalam satu makam raja Batak Sidabutar, saya menemukan dua makam yang dimana di bagian depan makam tersebut dipahat sosok berpeci (foto). Dalam khasanah budaya Batak, peci bukanlah pelengkap busana dalam keseharian mereka. Lalu siapa orang-orang ini?
"Mereka adalah orang Aceh, yang dulunya menjadi bagian dari istana," demikian tutur Bona Parlindungan Sidabutar, salah seorang juru pelihara makam dan keturunan raja-raja tersebut.
Saking dekatnya, mungkin karena setia atau loyalnya, rupa mereka sampai dipahatkan pada makam itu.
Kedekatan orang-orang Aceh dengan raja Batak terjadi dalam beberapa hal. Keberanian, atau kesanggupan mewujudkan keinginan raja. Bona menceritakan bahwa pernah suatu kali pada masa lampau, seorang raja Batak hendak melamar seorang putri. Namun putri tersebut memberi syarat sang raja harus membawa mahar dua ekor gajah.
Raja bingung, karena gajah bukanlah hewan yang hidup di hutan-hutan Samosir. Oleh seorang Aceh yang berada di lingkaran sang raja, raja diminta menyanggupi.
Baginya, Gajah adalah hewan yang mudah ditemukan di kampung halamannya di Aceh. Kesanggupan itu yang membuat raja kagum dan mengangkat orang tersebut menjadi orang dekatnya.
Walau demikian, perbedaan kepercayaan dengan agama asli Batak, Ugamo Malim atau Parmalim, tidak menjadi keluhan, karena ada beberapa kesamaan antara Parmalim dengan kepercayaan orang Aceh ini, setidaknya pada makanan. Di agama Parmalim ada larangan makan babi, anjing dan darah, serta tidak boleh menyantap makanan dari rumah orang yang berduka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H