Lihat ke Halaman Asli

HENDRA BUDIMAN

TERVERIFIKASI

Swasta

Gugatan Tim Prabowo ke MK Terlampau Dipaksakan

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca berkas permohonan (baca: gugatan) tim kuasa hukum Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi (MK), saya menangkap kesan seolah dipaksakan. Memasukan dugaan kecurangan di 33 provinsi, tanpa disandarkan pada dalil-dalil yang kuat. Ada beberapa hal yang menurut pendapat saya, gugatan tersebut terlampau dipaksakan.

Pertama, ketidakjelasan tempat kejadian perkara (locus). Dimanakah terjadi kecurangan yang dimaksud. Jika yang diminta (petitum) oleh tim Prabowo-Hatta salah satunya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS seluruh Indonesia, tentu harus menunjuk di TPS manakah kecurangan-kecurang itu terjadi. Dalil atau posita yang dijabarkan sebelumnya, harus memberi gambaran dimanakan TPS yang bermasalah itu. Paling tidak menunjukan dimanakah lokasi kecurangan di 48.165 TPS yang dimaksud.

Pada beberapa provinsi yang dijadikan obyek perkara, ada yang menunjukan lokasi TPS-TPS yang dimaksud. Diantaranya di provinsi DKI Jakarta. Dalil yang dituliskan untuk menunjuk kecurangan-kecurangan yang terjadi di DKI Jakarta, secara rinci dijabarkan. Dari halaman 84hingga halaman 124 (point IX). Misalnya: Di TPS 42 Kemanggisan, Jakarta Barat. Ada 91 pencoblosan dengan KTP daerah. Setelah dibuka kotak suara tidak diketemukan form A5 di sebagian KTP daerah tersebut (point IX.e.2).

Tetapi sebagian besar gugatan hampir di semua Provinsi, tidak menunjukan tempat atau lokasi TPS dengan jelas. Atau bahkan tidak menunjukan lokasi Kecamatan yang dimaksud. Contohnya di kabupaten Jepara, ditulis” Bahwa saksi Pemohon telah menyatakan keberatan dalam pleno tingkat Kecamatan”. Tidak dsebutkan Kecamatan yang dimaksud (Point XIII.a. 3). Sementara KPU Jepara dalam gabungan Jawaban pihak termohon telah membantah dengan menyatakan tidak ada saksi dari masing-masing Paslon memberikan catatan dalam formulir Model DA-2 di semua kecamatan. Dan tidak ada rekomendasi Panawaslukab Jepara yang berkaitan dengan adanya pelanggaran di tingkat kecamatan.

Bahkan di beberapa provinsi, hanya disebutkan provinsi saja. Tanpa menyebutkan lokasi TPS, Desa/Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten/Kota. Yaitu di provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Maluku.

Kedua, Tidak sinkron antara dalil atau posita dengan permintaan atau permohonan. Hampir sebagian besar dalil yang diungkap dalam ruang lingkup kecurangan administrasi atau kesalahan dalam melakukan rekapitulasi. Seperti Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Atau jumlah surat suara tidak sama dengan jumlah pengguna hak Pilih. Tetapi dalam Petitum yang diajukan justru Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Dalam sidang pertama (6 Agustus 2014), Hakim MK, Wahiduddin Adams dan Hamdan Zoelva sudah memberi nasihat untuk dilakukan perbaikan. Karena menurut hakim MK, petitum harus sesuai dengan pokok permohonan. Dalam hal kesalahan rekap, maka Mahkamah akan menetapkan suara yang benar bukan PSU. Kecuali jika dalil menunjukan terpenuhinya unsur TSM (Terstruktur, Sistimatis dan Masif) di TPS tersebut, maka petitum PSU bisa jadi pertimbangan. Sedangkan para Hakim MK, memandang bahwa pokok permohonan yang diajukan tidak menunjukan unsur tersebut (baca: risalah sidang MK, 6 Agustus 2014)

Ketiga, Petitum yang saling bertentangan. Pihak Prabowo Hatta juga meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan nomor urut 2 (Petitum point 8). Sedangkan di point 9, juga meminta untuk dilakukannya PSU di seluruh TPS se Indonesia. Jika MK misalnya, mendiskualifikasi Jokowi-JK. Konsekwensinya hanya ada 1 pasangan calon tersisa, lalu untuk apa lagi dilakukan PSU ?

Keempat, Mengungkap dalil berupa asumsi. Misalnya tentang Poiltik Uang (point V. Halaman 188). Tertulis “ Telah terjadi politik uang yang bertujuan untuk memenangkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 (dua) yang terjadi di: Jawa Timur: Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Surabaya, Ngawi, Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Ponorogo, dst… Tanpa menyebutkan kronologis peristiwa, dimana, kapan, siapa dan berapa besar perolehan suara yang merugikan pihak pemohon. Pun demikian yang terjadi di Jawa Tengah, Lampung dan Sumatera Selatan. Hanya menyebut nama-nama Kabupaten/kota saja.

Atau pada point V. Rekayasa Pihak Penyelenggara. DituliskanTermohon sengaja menggunakan tinta yang mudah dihapus, sehingga terjadi mobilisasi masyarakat untuk dapat melakukan pencoblosan lebih dari satu kali. Tanpa sama sekali menyebutkan dimana terjadi mobilisasitersebut, berapa banyak, siapa dan kapan.

Catatan: Keliru penulisan penomoran masih terjadi lagi pada berkas perbaikan final ini. Point V (romawi) dituliskan dua kali pada halaman 188.

Menurut pendapat saya, tim kuasa hukum Prabowo Hatta, tidak perlu memaksakan dalil permohonan jika dianggap data atau bukti dianggap kurang. Lemahnya dalil permohonan akan dianggap gugatan tersbut tidak jelas atau kabur (obscuur libel). Akhirnya dalil tersebut akan dikesempingkan. Cukup menunjukan beberapa kecurangan yang memiliki bukti seperti yang ditulis dalam berkas tersebut seperti di DKI Jakarta, Nias Selatan, Jawa Timur dan Papua.

Lalu apakah tuduhan kecurangan-kecurangan tersebut sesuai fakta atau tidak,dan apakah alat bukti beralasan hukum, hanya hakim MK yang menilai dan memutuskanya. Saya tidak punya kapasitas untuk menyatakan bahwa Pilpres saat ini cacat hukum. Tulisan ini hanya meyinggung tentang formalitas permohonan, dan tidak menilai materi gugatan.

Salam Kompasiana.

Refrensi:

1.Perbaikan permohonan Prabowo Hatta tanggal 7 Agustus 2014

2.Risalah sidang No.1/PHPU.PRES.XII.2014 tanggal 6 AGUSTUS 2014

3.Perbaikan permohonan Prabowo Hatta tanggal 26 Juli 2014

4.Draft Jawaban pihak Termohon (KPU Jawa Tengah) tanggal 7 Agustus 2014.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline