Lihat ke Halaman Asli

HENDRA BUDIMAN

TERVERIFIKASI

Swasta

PKS Selundupkan RUU Wajib Militer

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14227067201739847199

[caption id="attachment_394255" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden PKS M Anis Matta/Kompasiana(TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)"][/caption]

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusulkan rancangan undang-undang Bela Negara atau Wajib Militer (Wamil). Usul ini muncul dalam rapat kerja Fraksi PKS DPR RI pada 30 Januari 2015 di Hotel Bidakara, Jakarta. Sebagaimana yang dikemukakan oleh politisi PKS, Mahfudz Siddik."‎Raker ini akan putuskan RUU mana yang akan jadi usul Fraksi PKS ke Baleg (Badan Legislasi), salah satunya misal tadi ada yang mengusulkan RUU Bela Negara atau Wajib Militer," kata Mahfudz Siddik. Mahfudz menilai ada urgensinya Indonesia menerapkan wajib militer.

"Wamil bukan hanya perspektif ancaman milter, tapi program wamil itu orang diajari tentang kedisiplinan, karakter, solidaritas, tanggungjawab, dan lainnya di tengah maraknya individualisme," terang Mahfudz (sumber). Saya mencurigai usul ini sebagai upaya penyelundupan undang-undang yang luput dari perhatian publik ditengah gonjang-ganjing perikaian Polri-KPK. Dugaan saya itu bukan tanpa alasan. Tulisan ini akan memapaparkan argumen saya atas usul dari PKS itu.

Pertama, saat ini Komisi I DPR tengah menggodok RUU Komponen Cadangan (Komcad) yang secara substansial agak mirip dengan usul PKS tentang RUU Wamil. Perbedaan prinsipilnya, RUU Komcad tidak mewajibkan seluruh warga negara untuk ikut serta dalam wajib militer. Perihal ini, pada tahun 2013, Mahfudz Siddik pernah memberi bantahannya, "Ini berbeda dengan wajib militer. Kalau wajib militer itu diwajibkan, kalau ini rekrutmennya terbatas," kata Mahfudz pada tanggal 31 Mei 2013 (sumber). Menjadi janggal, saat tahun 2013 secara tersirat Mahfudz menolak wajib militer, namun saat ini justru memajukan RUU Wamil. Bila kedua RUU tersebut menyangkut perihal yang sama yakni keikutsertaan warganegara dalam pertahanan, bukankah materi dalam RUU Wamil dapat dimasukan kedalam RUU Komcad. Lalu mengapa PKS berkehendak mewajibkan seluruh warganegara untuk ikutserta dalam wajib militer?

Kedua, dugaan saya, PKS berusaha melegalkan doktrin Mukhoyyam yang berlaku diinternal PKS. Suatu doktrin yang mirip dengan wajib militer. Kewajiban seluruh kader PKS untuk mematuhi seruan untuk berangkat mukhoyyam. Doktrin ini pada dasarnya untuk melatih para kader untuk bersikap tangguh dan disiplin. Seperti dilatih long march sejauh delapan jam perjalanan. Alasan ini mendapat pembenaran jika ditautkan dengan pernyataan Mahfudz Siddik yang menyatakan bahwa program Wamil orang diajari tentang kedisiplinan, karakter, solidaritas, tanggungjawab”. Padahal esensi dan tujuan bela negara bukan untuk membentuk karakter pribadi orang tapi semata-mata untuk membela negara saat ada serbuan musuh. Menanamkan doktrin mukhoyyam lewat RUU Wamil, suatu tindakan penyelundupan untuk memaksa orang berkarakter sama seperti kader PKS.

Ketiga, RUU Wamil atau bela negara tidak punya landasan konstitusional (UUD 1945). Indonesia memang sempat mempunyai UU No. 66 Tahun 1958 tentang Wajib Militer. Landasan konstitusi yang digunakan adalah UUD Sementara 1950 Pasal 125 ayat (2) yang menyebut “undang-undang mengatur segala sesuatu mengenai Angkatan Perang Tetap dan wadjib militer”. Secara formil UU 66/1958 absah secara konstitusional karena adanya perintah dari UUDS 1945 untuk membentuk undang-undang tentang wajib militer. Bisa jadi fraksi PKS lupa bahwa UUDS 1950 tidak berlaku lagi. Sejak Dekrit Presiden 1959, Indonesia kembali menggunakan UUD 1945. Dan dalam ketentuan UUD 1945 tidak ada ketentuan atau perintah untuk membentuk undang-undang wajib militer.

Keempat, pun demikian dengan judul “bela negara” sebagai alternatif nama undang-undang selain Wamil. Sekali lagi, fraksi PKS tidak pernah membaca Pasal 30 ayat (1) UUD 1945. Bahwa benar teks asli Pasal 30 ayat (1) berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usahapembelaannegara”. Tapi sejak tahun 2001, ayat ini diubah (diamendemen) dengan bunyi “Tiap­tiap  warga  negara  berhak  dan  wajib  ikut  serta  dalam  usaha  pertahanan dan keamanan negara”. Mengapa frasa “pembelaan negara” diubah menjadi “pertahanan dan keamanan negara”, lebih baik Mahfudz Siddik baca kembali perdebatan dan pembahasan dalam risalah sidang BP MPR tahun 2001. Sehingga frasa “pertahanan dan keamanan negara” tidak bisa ditafsirkan dan diartikan serampangan dengan “bela negara”. Jikapun hendak demikian, para perumus (amandemen) UUD 1945 di MPR saat itu tidak perlu repot-repot mengubah ayat ini.

Secara sekilas saya gambarkan saja. Frasa “bela negara” yang ditentang saat itu karena sarat dengan muatan nilai-nilai militeristik. Dengan alasan ini, rezim Suharto menerapkan doktrin Hankamrata yang melibatkan warga negara berprilaku bak militer. Diantaranya pendirian Babinsa dan Resimen Mahasiswa. Trauma sejarah Orde Baru dengan gaya militer itulah yang mendorong dihapuskannya (diganti) frasa ini. Mengganti dengan frasa “pertahanan dan keamanan negara” yang punya arti yang lebih luas. Tidak sekedar urusan militer (TNI) tetapi juga ada hak dan kewajiban warganegara untuk ikutserta menjaga lingkungan atau keamanan. Salah satunya Siskamling. Siskamling adalah wujud hak dan kewajiban warganegara “ikut  serta  dalam  usaha keamanan”. Maksudnya, warganegara tidak perlu diperintah menurut undang-undang untuk buat jadwal ronda kampung. Karena pasal ini sarat dengan prinsip HAM yang menyertakan frasa “hak dan kewajiban” secara seimbang.

Angap saja usul PKS tersebut hanya memotong frasa “..kewajiban… pertahanan negara”, hal ini sudah mereduksi dua pengertian dasar. Pertama, prinsip HAM yang harus menyertakan secara paralel antara hak dan kewajiban warganegara; dan Kedua, mendorong warganegara untuk berprilaku seperti militer/TNI yang memang sebagai organ pertahananan negara. Oleh karena itu, dengan asumsi ini saya juga mencurigai PKS ingin menghidupkan kembali tradisi militeristik zaman Orde Baru yang sangat ditentang oleh gerakan reformasi. Bisa jadi upaya yang dilakukan oleh Suharto saat itu sah secara konstitusional karena Pasal 30 UUD 1945 belum diamandemen.

Oleh karena itu pemerintah sangat berhati-hati memajukan RUU Komcad. Itupun masih terjadi penolakan yang ditandai dengan RUU ini telah diajukan sejak tahun 2002.Kehati-hatian itu ditunjukan dengan (1)tidak mencantumkan frasa “wajib militer” tetapi upaya melatih warganegara untuk menjadi pasukan komponen cadangan; (2) tidak diwajibkan, tetapi melalui proses pendaftaran dan seleksi; (3) tidak mencakup seluruh komponen seluruh warganegara, namun hanya terbatas PNS, buruh dan mantan prajurit TNI; (4) Andaipun jika ada wajib militer terbatas diperuntukan bagi yang telah lulus latihan dan menandatangani kontrak secara sukarela.

Lalu apa motif dan tujuan fraksi PKS mengajukan RUU Wajib Militer? Sedangkan gerakan reformasi 1998 menetang dipaksakannya tradisi militer kedalam tubuh sipil (baca: warganegara). Hal ini ditandai dengan dipisahkannya Polri dan TNI. Pendidikan, latihan dan cara kerja Polri setahap demi setahap dihapus dari kesan militer bersenjata. Seperti penggunaan seragam (uniform) yang hanya dibatasi 3x seminggu selebihnya menggunakan pakaian preman. Walaupun tak bisa dipungkiri, gaya dan prilaku militeristik masih ada dalam masyarakat. Dengan terbentuknya laskar, satgas dan milisi disetiap partai politik dan ormas. Tetapi, tidak menjadi soal karena negara (lewat perangkat hukum) tidak memaksa orang berprilaku demikian. Inisiatif muncul sendiri di masyarakat. Menjadi bangga menggunakan atribut-atribut militer. Tetapi tatkala negara lewat UU memaksa warganegara (karena hukum bersifat memaksa), maka tak ayal lagi negara sudah memaksakan kehendaknya agar masyarakat bertindak dan berprilaku bak tentara. Dan anehnya, PKS yang datang dari organisasi sipil menghendaki hal itu terjadi. Seolah-olah negara ini sedang dalam ancaman perang.

Salam Kompasiana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline