Sekali lagi, konsep NKRI dengan Bhineka Tunggal Ika-nya mendapat tantangan dari wacana yang menginginkan pergantian sistem pemerintahan yang berlandaskan agama. Sebuah dinamika (klasik) kenegaraan yang tak pernah sepi pemantik maupun penganjurnya sedari Republik ini lahir.
Tentu saja hal tersebut bukan tanpa alasan. Tantangan ini (selalu) dipicu oleh keprihatinan atas kondisi sosial dan ekonomi yang makin terpuruk serta tidak tercapainya keadilan dan kesejahteraan yang melanda Indonesia saat ini.
Ya, kondisi tesebut sekecil-kecilnya menurut perspektif mereka yang menggaungkan wacana pergantian sistem ini.
Adalah ketua Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab yang pada saat menyampaikan pidato -- berbau politik -- di Reuni 212, 2 Desember 2018 lalu (kembali) menegaskan perlunya NKRI Bersyariah.
Suatu hal yang sudah lama didengungkan Habib Rizieq Shihab bahkan dituangkannya dalam sebuah karya buku berjudul "Wawasan Kebangsaan: Menuju NKRI Bersyariah".
Menurut Habib Rizieq, "NKRI Bersyariah adalah NKRI yang menjadikan pribumi sebagai tuan di negeri sendiri. NKRI bersyariah menjauhi dari ekonomi riba, NKRI bersyariah anti-korupsi, anti-judi dan narkoba, anti-pornografi, anti-prostitusi, anti-LGBT, anti-fitnah, anti-kebohongan, anti-kezaliman."
Sebuah visi sistem pemerintahan yang sebenarnya abstrak dan relatif tidak berbeda "semangat"-nya dengan apa yang diperjuangkan dan dicapai dalam bingkai NKRI dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika-nya.
Praktis, selain tidak memunculkan ide khas, saya kira tidak ada tawaran konsep pembaruan dalam bingkai NKRI bersyariah yang dikumandangkan Habib Rizieq ini. Dengan nada pesimistik, bagi saya, seruan ini tak lebih berkutat pada konten label saja, bukan substansi.
Hal ini turut diuraikan oleh Konsultan Politik, Denny JA dalam tulisannya "NKRI Bersyariah atau Ruang Publik Manusiawi" yang menanggapi wacana ini. Denny JA dengan nada menohok menganjurkan, perlu kiranya konsep ini diturunkan dalam indeks terukur agar NKRI bersyariah itu tidak hanya menjadi list harapan harus itu dan harus ini, bukan itu dan bukan ini saja.
Keeratan Pancasila dan Agama