Pelecehan Seksual; Kita Jadi Pelaku atau Korban?
Masalah pelecehan seksual ada di berbagai negara, tidak cuma di Indonesia. Sebagai respon, pernah ada sebuah gerakan #MeToo di sosial media. Tagar ini dipakai untuk menyimbolkan suara orang-orang yang pernah menerima kekerasan maupun pelecehan seksual selama hidupnya.
Adanya gerakan global ini untuk membuka mata banyak orang bahwa ternyata perlakuan yang mereka dapatkan selama ini, termasuk sebagai pelecehan seksual. Bukan hanya sekadar bahan bercanda atau klaim ketidaksengajaan yang dijadikan alasan buat pelaku.
Momen baik itu juga sekaligus membuka ruang kesadaran bagi banyak orang. Bahwa pelecehan seksual tidak boleh dimaklumi alias dibiarkan begitu saja. Harus ada keberanian untuk memotong siklus kejahatan ini.
Pengertian dan Kasus
Definisi dari pelecehan seksual adalah segala perlakuan yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang terhadap individu lainnya. Secara khusus, perlakuan itu mengarah pada hal-hal yang berbau seksual.
Perlakuan yang dapat membuat seseorang merasa tersinggung, malu, takut, atau terintimidasi; maka hal ini sudah bisa disebut sebagai "pelecehan seksual". Kondisi ini sebetulnya tidak mutlak terjadi pada wanita; bisa pula pria. Hanya saja kecenderungan menunjukkan korban memang kebanyakan kaum wanita, dan pelakunya adalah pria.
Meminjam pemahaman Komnas Perempuan mengenai bentuk-bentuk pelecehan seksual, maka ia didefinisikan sebagai tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik. Sasarannya adalah organ seksual atau seksualitas dari si korban.
Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2020 lalu, kekerasan terhadap perempuan khususnya, mencapai angka 3.602 kasus kekerasan di ranah publik dan komunitas yang dilaporkan ke lembaga tersebut. Dari angka itu, 520 di antaranya adalah bentuk pelecehan seksual.
Sementara, untuk kekerasan di ranah personal atau privat dan rumah tangga, dari 2.807 kasus yang dilaporkan ke lembaga tersebut, 137 kasus di antaranya adalah pelecehan seksual.