Lihat ke Halaman Asli

hendra setiawan

TERVERIFIKASI

Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Menafsir Kultur Peribahasa

Diperbarui: 14 Juni 2021   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kata-kata yang berhamburan dari buku. (sumber: pixabay.com/Paul_Stachowiak)

Masih berlanjut soal peribahasa. Dalam kehidupan sosial, peribahasa yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, bisa memiliki tafsir yang berbeda ketika ia diciptakan. Jadi ada perubahan, peluruhan, atau perluasan makna dari yang semula ada.

Pernah tahu atau dengar yang namanya grup musik Weird Genius? Grup musik asal Indonesia yang melejit dengan lagunya “Lathi” pada tahun 2020 lalu? 

Sara Fajira yang ikut berkolaborasi dan menciptakan liriknya, ternyata memasukkan pula peribahasa dalam budaya Jawa. Walaupun secara keseluruhannya berbahasa Inggris.

Awal-awal kemunculannya memang sempat membuat pertanyaan. Lagu ini tentang apa sebenarnya? Mengapa bisa sampai meledak, viral, dan mendapat banyak penghargaan? Bahkan ia merajai selama 6 pekan tangga lagu Top 50 Chart Spotify Indonesia.

Dua baris lirik dari lagu ini berbunyi demikian (termasuk terjemahannya).

Kowe ra isa (baca: iso) mlayu saka (baca: soko) kesalahan.  Artinya, kamu tidak bisa lari dari kesalahan.
Ajining diri ana ing lathi.  Artinya, harga diri seseorang ada pada lidahnya (perkataannya)

Konteks lagu ini oleh penciptanya dihubungkan dengan masalah cinta. Hubungan percintaan yang bersifat toxic relationship. Hubungan yang membuat salah satu pihak merasa tidak didukung, direndahkan, atau diserang.

Menggairahkan Lagi Kultur Budaya 

Sumber: pixabay.com

Dalam kultur Jawa, pendidikan tata krama, sopan-santun, moralitas, sebenarnya amat banyak. Dimulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, ada. Dimulai dari bayi lahir hingga orang meninggal, juga ada.

Tapi memang ajaran leluhur ini turun dari generasi satu ke generasi lain, pengetahuannya makin berkurang. Tidak menyalahkan siapa-siapa atau menjadi sebuah keprihatinan semata. Sebab semua pihak juga punya peran dalam meneruskan atau menghilangkan ajaran nenek moyang.

Generasi terdahulu tidak mengajari pada generasi terkemudian. Maka jatuh lagi ke generasi terkini, makin berkurang lagi pemahamannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline