Salah satu 'keistimewaan' dari akun media sosial bernama Facebook, ia punya fitur "pengingat" alias kenangan. Biasanya kalau pada tanggal tertentu seseorang mengunggah sesuatu di akunnya, maka fitur ini muncul pada tahun-tahun berikutnya. Biasanya bertuliskan "Lihat kembali kenangan Anda .... tahun lalu."
Titik-titik di atas bisa berupa angka 1, 2, 3, ... dan seterusnya. Tergantung ia punya akun tersebut berapa lama. Kalau cukup banyak di tanggal yang sama, maka yang muncul juga banyak. Nah, tinggal pemiliknya mau membagikan ulang kenangan tadi ataukah tidak. Dibiarkan saja pesan pengingat tersebut, juga tak masalah.
Hari ini (19 April 2021), notifikasi di hape saya juga memberitahukan hal apa yang sedang saya tayangkan pada satu tahun lalu di Facebook. Sudah itu saja, tidak ada yang lain pada tahun-tahun sebelumnya.
Menariknya adalah ternyata isi pesan tersebut adalah saat ketika saya menuliskan dan meng-capture tayangan tulisan ke-100 di laman Kompasiana. Kalau melihat tampilan aslinya, tayang pada 16 April 2020. Sementara, baru 2 hari lalu (17 April 2021), saya kembali menuliskan sebuah catatan untuk tulisan ke-300.
Sebenarnya draft itu sudah jadi; final dan siap akan ditayangkan tanggal 16-nya, tapi kemudian urung karena ada banyak kesibukan. Jadi mundur 1 hari.
Jujur saya tak pernah merencanakan ini semua. Jadi kalaupun bertepatan, apakah ini yang dinamakan "de javu", ya, entahlah juga. Saya bukan orang mistis, hehe...
Hanya saja, 'kaget' juga jika melihat secara kuantitas angka. Ada 200 karya selang satu tahun. Kalau diambil rerata setahun 50 minggu (anggap saja yang 2 minggu sisanya liburan dulu tidak menayangkan tulisan), ya, berarti ada 4 tulisan setiap minggunya. Astaga, kok bisa juga, ya? :)
Membandingkan di bulan April ini secara kuantitas, memang tulisan saya mengalami penurunan secara jumlah dibandingkan bukan sebelumnya. Apa ini termasuk efek puasa juga, ya, hehe... Rasanya kurang bisa berproduktif kembali. Daya tahan dan daya juangnya ikutan menurun.
Beropini dengan Bermartabat
Supaya saya juga konsisten dengan isi tulisan pada tayangan ke-300 tersebut (KLIK DI SINI), yang isinya agar bisa berbagi supaya tidak mati, maka ini juga sekadar berbagi cerita bagaimana memanfaatkan media dengan bijak.
Sebetulnya mengulik dunia media maya, itu juga memberikan banyak manfaat. Meskipun ada kalanya bersosial di media tanpa batas itu jadi makin bablas. Orang tak lagi menghargai privasi. Orang tak lagi jadi peduli dan empati. Orang tak lagi memperhatikan tata krama dan etika. Main "Hantam kromo" saja. Sikat dulu dengan komentar nyinyir. Kalau salah, nanti tinggal minta maaf saja, tutup akun, dan bikin lagi yang baru. Cukup mudah dengan membuatnya dengan nama abal-abal sekalipun. Toh, yang penting masih tetep bisa ngeksis dan berbuat hal yang sama.