Tanggal 21 Februari diperingati sebagai International Mother Language Day (IMLD) atau dikenal dengan Hari Bahasa Ibu Internasional. Peringatan itu konon bermula dari pengakuan internasional terhadap Hari Gerakan Bahasa yang dirayakan di Bangladesh.
Menurut UN.Org, gagasan untuk merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional adalah inisiatif Bangladesh. Di negara itu setiap 21 Februari diperingati sebagai momen saat orang Bangladesh berjuang untuk pengakuan atas bahasa Bangla.
Hari Bahasa Ibu Internasional adalah peringatan tahunan seluruh dunia yang diadakan pada 21 Februari, untuk mempromosikan kesadaran akan keanekaragaman bahasa dan budaya serta mempromosikan multibahasa.
Pertama kali diumumkan oleh UNESCO pada 17 November 1999, namun baru secara resmi diakui oleh Majelis Umum PBB dalam resolusi yang menetapkan pada tahun 2008 sebagai International Year of Languages (Tahun Internasional Bahasa).
Melalui Konferensi Umum Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada November 1999, dalam resolusi A / RES / 61/266, Majelis Umum PBB meminta negara-negara anggotanya "untuk mempromosikan pelestarian dan perlindungan semua bahasa yang digunakan oleh orang-orang di dunia" pada 16 Mei 2009.
Dalam resolusi tersebut, Majelis Umum menyatakan 2008 sebagai Tahun Bahasa Internasional untuk mempromosikan persatuan dalam keanekaragaman dan pemahaman internasional melalui multibahasa dan multikulturalisme.
Jadi untuk 2021 ini sebenarnya sudah memasuki tahun ke-13 rupanya. Ada yang masih bisa atau mempertahankan bahasa ibu dalam keluarga?
Lucu dan Menghibur
Berteman dengan berbagai kawan yang berasal dari berbagai kota terasa menyenangkan. Kalau yang masih satu suku, tak terlalu banyak masalah. Paling beda logat dan penamaan. Lain halnya dengan yang beda suku, jelas sangat berlainan kosakata yang dipakai.
Sebagai sesama warga Jawa Timur misalnya. Ada kata yang sebenarnya maksudnya sama. Cuma beda sedikit dalam pengucapan. Nah, bagi yang tidak terbiasa mendengar, akan terdengar lucu saja.
Ambillah contoh kata yang artinya 'tunggu sebentar'. Dalam bahasa Jawa budaya "Arek, pesisiran", biasanya menggunakan kata "sik", penggalan kata "dhisik". Artinya sebentar.