Lihat ke Halaman Asli

Hendi Setiawan

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Lokalisasi dan Kartu Jakarta Butuh, Ahok dan Jarot Bisa Dibui

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14321721311894723071

[caption id="attachment_419018" align="aligncenter" width="630" caption="Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Balai Kota, Kamis (5/3/2015). (Kurniasari Azizah/Kompas.com)"][/caption]

Entah karena berotak 'berlian' atau pusing setengah mati menghadapi penyakit masyarakat yang bernama prostitusi, Gubernur Jakarta Ahok melontarkan ide lokalisasi tempat pelacuran  dan sertifikasi pelacur. Tak kalah nyelenehnya Wakil Gubernur Jakarta, pak Djarot yang belum lama jadi warga Jakarta, menggagas 'Kartu Jakarta Butuh' bagi pengguna jasa pelacur. Keterlaluan mengadopsi serampangan ide  kartu-kartu yang digagas Presiden Jokowi waktu jadi Gubernur Jakarta dan waktu kampanye Pilpres 2014. Keterlaluan juga ide 'Kartu Jakarta Butuh' ini, butuh itu apa sih? Di daerah tertentu butuh artinya alat vital perempuan. Kebetulan yang tak menyenangkan, kok jadi nama kartu.

Mantan Gubernur Jakarta, Sutiyoso atau akrab disapa Bang Yos, pernah diberitakan media mendukung gagasan Bang Ahok soal lokalisasi pelacuran sebagai upaya meminimalisir pelacuran di wilayah DKI Jakarta. Benarkah Bang Yos mendukung lokalisasi? Satu hal aneh bila kita tahu waktu menjabat Gubernur DKI Jakarta justru Bang Yos menutup lokalisasi pelacuran  Kramat Tunggak, yang konon terbesar di Asia Tenggara.

Bang Yos pada acara Indonesia Lawyers Club,  Selasa malam 19 Mei 2015 membantah bahwa ia mendukung gagasan Gubernur Ahok, berikut ini pernyataannya sekaligus klarifikasi berita yang menurut beliau tak benar :


  • - Lokalisasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara yang bernama Kramat Tunggak saya (maksudnya Bang Yos)  yang menutup waktu menjabat Gubernur DKI Jakarta. Jadi ironis jika saya mendukung gagasan lokalisasi pelacuran.
  • - Secara hukum ada beberapa pasal KUHP dan Perda yang bisa menjerat orang yang memberi fasilitas terjadinya pelacuran.  Pasal 296 KUHP berbunyi: " Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah".
  • - Bang Yos juga menyitir sebuah Peraturan Daerah yang bisa menjerat penyedia fasilitas pelacuran.  Perda DKI Jakarta no 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, pasal 41 ayat 2 berbunyi : " Setiap orang dilarang: a). menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial; b). menjadi penjaja seks komersial; c). memakai jasa penjaja seks komersial".  Menurut pasal 61 ayat 2 Perda no 8/2007, pelanggar Perda ini diancam pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp 500.000 dan paling banyak Rp 30 juta.


Demikian alasan hukum yang dikemukakan Bang Yos kenapa ia tak mendukung lokalisasi pelacuran, yang sama saja artinya dengan memfasilitasi pelacuran. Ancaman hukumnya sangat jelas, jadi kalau Gubernur Ahok dan Wakil Gubernur Djarot ngotot dengan gagasan nyelenehnya, silakan saja paling dibui 90 hari atau didenda Rp 30 juta.

Nilai uang Rp 30 juta atau penjara 90 hari bila mengacu ke Perda DKI no 8 tahun 2007, relatif tak berat bagi orang tertentu, hanya lucu saja jika ada Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta diadili di Pengadilan Negeri gara-gara melanggar peraturan daerah-nya sendiri. Akan direalisasi gagasan lokalisasi dan 'Kartu Jakarta Butuh'  itu bang Ahok  dan pak Djarot?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline