Lihat ke Halaman Asli

Hendi Setiawan

TERVERIFIKASI

Kompasianer

Para Pedagang Itu Kami Duga Ikut Asuransi

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebuah kisah lama saya gali dari ingatan masa kanak-kanak saya, ketika dua kali menyaksikan kebakaran Pasar Anyar Bogor pada tahun 1960-an. Saat itu kota Bogor masih sepi, sejuk, nyaman sebagai tempat tinggal, air ledengnya bagaikan air pegunungan, kebetulan di rumah saya di Bogor Utara air ledeng mengalir 24 jam.

Ketika itu dua pasar terbesar di kota Bogor adalah pasar Anyar di wilayah Bogor Tengah dan Pasar Bogor di wilayah Bogor Selatan. Segala kebutuhan sehari-hari warga Bogor tersedia di kedua pasar itu, terutama bahan pangan termasuk sayuran dan ayam hidup, juga barang-barang elektronik, toko kaca, toko kain/bahan baju dan bahan celana sampai warung makan, Toge goreng Pa Gebro -makanan khas Bogor- dan pasar sepeda bekas - karena harga sepeda baru relatif masih di luar jangkauan kebanyakan rakyat biasa saat itu-.

Pedagang yang berniaga di pasar Anyar dan pasar Bogor berasal dari pelbagai daerah dan etnis, tentu terbanyak orang Sunda, lalu orang Padang, orang Jawa dan Orang Tionghoa.  Keempat suku itulah yang tampak dominan di pasar Anyar maupun pasar Bogor saat itu.

Seingat saya ketika tinggal di Bogor sempat menyaksikan kebakaran pasar Anyar sampai dua kali. Yang namanya api kebakaran bisa terlihat asap dan warna kemerahannya dari jarak sekitar dua kilometer, dari tempat tinggal saya di Bogor Utara. Pemadaman kebakaran tak beda dengan sekarang, para pedagang dan warga berusaha memadamkan api dengan kemampuan seadanya sebelum branweer (pemadam kebakaran)  dari Kotapraja Bogor datang. Kedatangan branweer termasuk cepat karena mudahnya warga mengingat nomor telepon 1000 nomor kantor Branweer dan tentu saja jarak yang sangat dekat antara garasi mobil branweer dengan lokasi kebakaran.

Pasca kebakaran pasar Anyar saya menyaksikan banyak pedagang bangkrut, termasuk seorang tetangga saya bandar telur di pasar Anyar terhenti bisnisnya karena modal usaha dan barang dagangan  habis terbakar. Tapi ada hal menarik perhatian saya saat itu, kebanyakan pedagang etnis Tionghoa recovery sehabis kebakaran biasanya cepat dibanding pedagang-pedagang etnis lain.  Mereka lebih cepat merehabilitasi tokonya, kelengkapan barang dagangannya, yang menurut pendapat bibi (tante) saya ketika itu, "Orang-orang Tionghoa 'persatuannya' kuat sih, makanya sehabis kebakaran mereka bisa dagang lagi seperti biasa".

Pertengahan 1970an ketika sudah remaja dan mulai sedikit tahu tentang ekonomi termasuk asuransi, saya pernah ngobrol masa lalu dengan kakak perempuan saya, "Masih ingat ngga waktu pedagang-pedagang Tionghoa di pasar Anyar bisa kembali dagang dengan cepat setelah kebakaran. Dulu kata bibi kan 'persatuan' mereka kuat. Padahal mungkin para pedagang itu mengasuransikan bisnisnya, barang dagangannya".  Kakak saya sependapat, " Iya kayaknya mereka ikut asuransi, sedangkan pedagang-pedagang lainnya umumnya belum familiar dengan asuransi".

Sebenarnya bukan hanya pedagang Tionghoa yang kami duga ikut asuransi, ada sebuah optik cukup besar milik orang Minang, kami duga juga mengasuransikan toko dan barang dagangannya, jika melihat recovery bisnis toko kacamatanya termasuk cepat dibanding pedagang kain, pedagang beras, pedagang sepeda bekas, warung makan Padang, soto babat dan kebanyakan pedagang kecil lainnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline