WhatsApp (WA) salah satu jalur komunikasi pertemanan dengan teman-teman masa kecil dan masa remaja pagi ini mengabarkan pelbagai hal yang dialami para anggota WA kami. Kalimat pembuka assalamualaikum paling banyak ditulis, cuaca pagi yang hujan dan suhu dingin termasuk banyak ditulis. "Tiriiis ...." (artinya "dingiiin...") termasuk kata (bahasa Sunda) yang diungkapkan untuk menunjukkan udara dingin bersuhu sekitar 22 derajat Celcius sekitar pukul 9 WIB.
Paling menarik komentar perjalananan seorang teman, sebut saja Ipih, yang rutin menjalani rute Jalan Tol Dalam Kota dari Bekasi - Cawang - Semanggi - Slipi. Ia menulis pesan di WA: "Pagi smuaaa, pagi ini Jakarta hujan gerimis, mendung n sampah balatak sekitar semanggi, slipi bekas acr partai N.. :( . Hanya himbauan saja, bila ada sohibsku sdg kampanye dg partainya, tolong ada khusus seksi kebersihan. Mungkin ini terlupakan, tp hasilnya memalukan :( ".
Sahutan anggota WA - neng Kikit - atas topik sampah di atas : "Pagi neng Ipih, pagi semua, semoga senantiasaberada dalam lindungan Allah SWT. Neng Ipih... budaya kita memang budaya nyampah.. kemaren ini saya liat di Kebun Raya ada latihan manasik buat anak-anak sekolah TK/SD ... mewah banget pake karpet merah panjang.. ada ka'bah buatan dll. Tapi setelah beres .. mereka meninggalkan sampah berserakan ...kotak makanan.. plastik aqua dll... karena yang nyampah bukan hanya muridnya tapi juga orang tua dan gurunya... padahal di dekat tempat latihan ada tempat sampah .... saya dan suami sempet menegur .. tapi mereka cuma memandang kami ..mungkin dalam benak mereka 'siapa elu berani ngatur ngatur kita ..' ha ha ha....".
Kok kebetulan sekali, ngga anak-anak ngga orang dewasa masih suka nyampah sembarangan, padahal pendidikan para penyampah dewasa yang diceritakan pada kisah di atas saya tebak paling rendah SLTA dan pasti banyak yang berpendidikan tinggi. Apa benar kata teman saya bahwa menyampah sembarangan ini sudah menjadi budaya kita? Apa benar perilaku nyampah sembarangan sebagian masyarakat kita cocok disebut "adat kakurung ku iga?", yang artinya perilaku (buruk) melekat dengan kehidupan sehari-hari?.
Hati kecil saya ingin menyangkal, tapi fakta menyatakan demikian, termasuk fakta saat banjir melanda Jakarta, ada berapa puluh ton sampah terbawa arus sungai Ciliwung, Kali Pasanggrahan, Cipinang dan kawan-kawannya? Sampah masuk sungai itu sebagian besar perbuatan siapa lagi kalau bukan ulah manusia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H