Pada acara talk show di Berita Satu Senin malam 29 September 2014, hadir Andi Wijayanto -Deputi Rumah Transisi-, Yunarto Wijaya -pengamat politik- dan Hikmahanto Juwana -Guru Besar Hukum Internasional UI-.
Topik yang dibahas antara lain kriteria calon menteri Kabinet Jokowi, yang kriteria orangnya disiapkan oleh Rumah Transisi, tapi Andi Wijayanto yang juga Dosen FISIP UI menyatakan tak termasuk tugas Rumah Transisi mencari siapa saja calon menteri yang akan dipilih Jokowi. Ada Tim head hunter kata Andi.
Cukup ideal apa yang dirancang Rumah Transisi, menyusun semacam matriks kriteria calon menteri, misalnya pendidikannya apa, latar belakang pekerjaan dan karirnya, keterkaitan dukungan terhadap Jokowi selama kampanye apakah mendukung atau menyerang Jokowi. Andi menjelaskan agak gamblang untuk calon Menteri Luar Negeri, apakah Jokowi menginginkan tipe menteri tipikal ahli hukum atau tipe pelobi (lobbyist), disebutkan Andi tipe Menteri Luar Negeri tipe ahli hukum yang kuat adalah Mochtar Kusumaatmadja, Ali Alatas dan Hasan Wirayudha. Sedangkan tipe Menteri Luar Negeri tipe pelobi misalnya orang macam Marty Natalegawa dan Dino Pati Djalal.
Host Berita Satu bertanya bagaimana dengan kriteria calon menteri asal partai politik? Menurut Andi Wijayanto, tetap harus disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya calon dari partai politik itu pendidikannya apa, keahliannya apa, pengalaman kerjanya bagaimana dan sebagainya. Andi menyampaikan juga bahwa calon menteri yang diajukan partai politik tidak bisa hanya diserahkan namanya ke Presiden terpilih Jokowi, lalu penempatannya terserah mau dijadikan sebagai menteri apa saja pun boleh. Harus spesifik bila partai politik pendukung Jokowi-JK menyerahkan nama maka calon tersebut hanya untuk calon menteri tertentu saja, tidak bisa calon menteri apa saja.
Tempo, edisi 22-28 September 2014 di halaman 10 saya menemukan pernyataan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB "Pokoknya ketua umum partai itu menjadi menteri apa saja bisa". Calon super minister seperti ini bukan yang dimaksud oleh Rumah Transisi, karena tidak spesifik keahliannya.
Akhirnya kembali ke Jokowi, yang dikritik Yunarto Wijaya, kenapa mengumumkan calon menteri terdiri dari 18 profesional dan 16 dari partai? Bukankah hal ini bisa menyulitkan Jokowi sendiri, mungkin saja mencari 16 orang partai politik yang benar-benar profesional sesuai matriks yang disusun Rumah Transisi bukan perkara mudah.
Dalam dunia politik yang penuh ketidakpastian, sulit rasanya menerapkan prinsip semua menteri harus profesional, dalam arti orang yang terbaik di bidangnya, bisa-bisa tokoh partai bahkan ketua umum partai sekalipun kalah bersaing bila kriteria profesional murni diterapkan. Para tokoh partai politik bagaimanapun berjasa memenangkan terpilihnya Jokowi dan JK pada Pilpres 2014, mereka tak mungkin tak mengharapkan apapun dari jerih payahnya dan tentu tak adil bila ditinggalkan begitu saja he he he. Termasuk tantangan di lapangan apakah seorang pejabat partai benar-benar wajib melepaskan jabatannya di partai bila terpilih sebagai menteri? PKB dan PDIP kelihatannya kurang setuju dengan persyaratan Jokowi ini.
Untuk Muhaimin Iskandar jika kriteria Andi Wijayanto benar-benar diterapkan jangan-jangan ia akan kembali menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dengan catatan sejauh mana tingkat keberhasilan Cak Imin sebagai Menakertrans pada Kabinet SBY jilid II, mungkin Jokowi tinggal bertanya kepada Ketua UKP4, Kuntoro Mangkusubroto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H