Lihat ke Halaman Asli

Hendi Setiawan

TERVERIFIKASI

Kompasianer

'Geruduk' Mau Menggeruduk Siapa?

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

GERUDUK sengaja saja tulis dengan huruf kapital, kepanjangannya adalah 'Gerakan Rakyat Untuk 20 Oktober 2014'.  Seperti kita ketahui 20 Oktober 2014 adalah hari pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014 - 2019, Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

'Geruduk' mau menggeruduk siapa? Memang agak aneh nama ini, karena arti kata geruduk biasanya berkaitan dengan serbuan mendadak ke sebuah tujuan yang perilaku atau aktivitasnya tidak disukai oleh pihak penggeruduk. Apakah 'Geruduk' akan menggeruduk Presiden dan Wakil Presiden terpilih? Tentu tidak tepat, Jokowi-JK bukan lawan 'Geruduk'.  Mungkinkah yang mau digeruduk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)?.

Pernyataan beberapa selebriti  'Geruduk'  seperti Abdee Slank, Taufik Basari, menyatakan aktivitas yang dilakukan adalah pesta atau perayaan dan belakangan disebut syukuran atas dilantiknya Presiden (dan Wakil Presiden) pilihan rakyat. Acara pada tanggal 20 Oktober 2014 itu  akan diadakan mulai pukul 9 pagi sampai dengan pukul 10 malam, sekitar 18 jam kawasan Jalan Sudirman-Thamrin sampai Monas ke Istana Negara akan menjadi area tertutup untuk lalu lintas kendaraan umum.

'Geruduk' mau dibilang apapun sangat terasa nuansa politiknya, gerakan yang membungkus diri dengan aktivitas kirab budaya, gelar doa bersama, makanan gratis, hiburan band Slank dan sebagainya itu, pada dasarnya adalah sebuah show of  force pendukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) atau pendukung Jokowi-JK, yang seolah-olah ingin menunjukkan bahwa pendukung Jokowi-JK masih solid, menunjukkan perlawanan terhadap Koalisi Merah Putih di DPR dan MPR yang sempat dituduh akan mengganjal pelantikan Jokowi-JK. Secara tidak langsung Taufik Basari, politisi Nasdem, mengakuinya pada acara talk show di TVOne Sabtu malam, 18 Oktober 2014.

'Geruduk' kelihatannya sudah mengantungi izin dari Kepolisian - tentu saja sulit membayangkan Kapolri atau Kapolda Jakarta melarang aktivitas 'Geruduk'- , mudah-mudahan pihak POLRI dan TNI mampu mengamankan acara pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di MPR, tidak memberi peluang massa 'Geruduk' yang jumlahnya mungkin sekitar seratus ribu orang (?) mendekati Gedung MPR untuk menghindari hal-hal yang tak diharapkan, hanya mengizinkan kerumunan massa terdekat di sekitar jembatan Semanggi.

Pertunjukan kekuatan pendukung Jokowi-JK ini tentu menuai pro-kontra, pihak pro mengatakan ini adalah pesta atau syukuran rakyat. Pihak kontra -walaupun bukan kontra yang keras- menyayangkan acara 'Geruduk' ini akan mengganggu kenyamanan para pekerja di area Sudirman-Thamrin-Monas, bukankah 20 Oktober 2014 itu bukan hari libur? -sebaliknya 'Geruduk' bisa jadi berpendapat kegiatannya menggembirakan para pekerja di sepanjang Sudirman Thamrin Monas-, yang sudah pasti mengganggu arus lalu lintas di daerah di sekitar segi tiga emas, daerah yang termasuk paling ramai di Jakarta dan dinilai pesta yang berlebihan dilihat dari durasinya selama 13 jam -bisa masuk rekor MURI nya Jaya Suprana-, sekalipun dikatakan semua biaya hasil sumbangan masyarakat.

Adanya' Geruduk' pada 20 Oktober 2014, bak gerakan people power di awal reformasi, menjadi kontradiktif bila dibandingkan dengan aktivitas safari politik Jokowi yang menemui beberapa tokoh politik yang berseberangan dengan KIH.  Baru saja rakyat Indonesia pada hari Jumat 17 Oktober 2014 disuguhi berita pertemuan damai dan akrab antara Jokowi dengan Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara Kebayoran Baru, rumah almarhum orangtua Prabowo Subianto. Pertemuan yang mudah-mudahan mencairkan kebekuan komunikasi antara kedua Capres pada pemilihan Presiden 2014, sekaligus mencairkan kebekuan antara KIH dan KMP.

Namun apa daya bagaimanapun aksi 'Geruduk' ini jika membaca bahasa tubuh dan pernyataan dua orang politisi Gerindra dan Golkar, akan memicu kembali persaingan sengit di Parlemen dan di akar rumput, padahal langkah diplomasi Joko Widodo kelihatannya berhasil menurunkan ketegangan antara KIH dengan KMP.

Kita doakan 'Geruduk' sukses dengan acaranya, hanya melakukan acara syukuran saja, tidak mencoba menggeruduk MPR, karena akan menoreh luka di hati pihak yang berdiri di seberang. Hati-hati taman di Monas rusak tergeruduk massa. Setelah tanggal 20 Oktober 2014 mari kita kembali ke aktivitas masing-masing. Beri kesempatan Jokowi-JK merealisasi janji-janji kampanyenya, nawa cita-nya untuk memakmurkan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline